Jakarta –

Read More : Aturan Baru Jokowi, RS Wajib Terapkan Rawat Inap Standar Paling Lama Juni 2025

Harga tiket pesawat Indonesia sedang meroket. Pemerintah sendiri telah membentuk Satgas Pengawasan Harga Tiket Angkutan Udara Nasional.

Pengamat penerbangan Alvin Lee mengatakan, pemerintah memang bisa dengan mudah menurunkan harga tiket pesawat. Hal ini dilakukan dengan mengurangi biaya-biaya yang membebani maskapai penerbangan, khususnya serangkaian pajak.

Alvin mengatakan, hingga saat ini banyak jenis pajak dan retribusi yang dikenakan kepada maskapai penerbangan. Mulai dari masalah bahan bakar, seperti pembelian avtur, banyak biaya tambahan yang harus dikeluarkan. Mulai dari PNBP 0,25% pada BPH Migas hingga PPN 11% bahan bakar penerbangan dalam negeri hingga biaya pemrosesan yang diberikan kepada pengelola bandara.

Maskapai penerbangan dikenakan serangkaian pajak dan bea masuk untuk mendatangkan pesawat atau suku cadang.

Sementara itu, ketika maskapai penerbangan menjual tiket pesawat kepada masyarakat, tetap harus menambahkan biaya PPN sebesar 11% yang dibayarkan kepada pengelola bandara, biaya asuransi Jasa Rahraja, dan Biaya Pelayanan Penumpang Pesawat Udara (PJP2U).

Alvin Lee menjelaskan kepada Detikcom, Rabu: “Jika ingin menurunkan harga tiket dan menghemat uang, otomatis pajak akan dikurangi. Jika hanya PPN 11% yang dibebaskan untuk tiket domestik, harga tiket pasti akan langsung turun.” 17 Juli 2024).

Menurut dia, Kementerian Keuangan harus bisa menyesuaikan kebijakan PPN atas pembelian avtur dan tiket pesawat. Sementara Kementerian Perdagangan dan Perindustrian dapat melakukan restrukturisasi kebijakan perpajakan dan bea masuk suku cadang pesawat terbang.

Mantan Lokpal ini mengatakan, semua pihak tidak bisa menyalahkan pihak maskapai saja. Meski hanya untuk mencari keuntungan, harga tiket pesawat atas dan bawah belum mengalami penyesuaian sejak tahun 2019, meski telah terjadi beberapa kali penurunan biaya bahan bakar akibat kenaikan harga bahan bakar penerbangan.

“Sejak 2019, jika maskapai sudah mencabut seluruh pembatasan, tarifnya tidak naik, malah PJP2U naik dua kali lipat,” kata Alvin.

Pengamat penerbangan Gatot Rahardjo sependapat dengan Alvin Lee. Ia menilai sektor penerbangan memerlukan insentif politik atau kemauan politik dari pemerintah untuk menurunkan harga tiket pesawat.

Menurut dia, industri penerbangan di negara lain juga merasakan banyak kelegaan. Berbeda dengan Indonesia yang justru menanggung beban yang sangat besar. Gatot menilai pemerintah harus mengurangi beban pajak, bea masuk, dan menyederhanakan proses impor pesawat dan suku cadang.

“Padahal secara umum terkait dengan kemauan politik pemerintah terhadap sektor penerbangan,” kata Gatot saat dihubungi Datacom. Di negara lain, sektor transportasi udara dianggap sebagai sektor yang sangat penting dan mendapat perlakuan khusus .”

Gatot mengatakan, pemerintah tidak perlu khawatir akan hilangnya pendapatan negara akibat keringanan pajak atau bea masuk. Sebab, hal tersebut bisa memberikan dampak ekonomi yang besar terhadap berbagai sektor transportasi, termasuk industri penerbangan.

“Dalam praktiknya, pemerintah akan kehilangan pendapatan karena pajak dan bea masuk, tetapi pemerintah akan memperoleh pendapatan dari dampak pariwisata, perdagangan, dll, seperti di Singapura, Dubai, dll.” kata Gatot.

Jika pemerintah punya insentif kebijakan untuk menyederhanakan industri penerbangan, saya rasa bukan tidak mungkin bisa menurunkan harga tiket pesawat. Masyarakat luas yang pada akhirnya menjadi pemudik juga akan merasakan manfaatnya.

“Kalau ada kemauan politik, maka biaya terbang akan turun dan berdampak pada harga tiket,” kata Gatot.

Ini adalah solusi pamungkas jika Anda tidak ingin harga tiket pesawat Anda naik lebih tinggi lagi.

Harga tiket pesawat Indonesia sedang meroket. Pemerintah sendiri telah membentuk Satgas Pengawasan Harga Tiket Angkutan Udara Nasional.

Pengamat penerbangan Alvin Lee mengatakan, pemerintah memang bisa dengan mudah menurunkan harga tiket pesawat. Hal ini dilakukan dengan mengurangi biaya-biaya yang membebani maskapai penerbangan, khususnya serangkaian pajak.

Alvin mengatakan, hingga saat ini banyak jenis pajak dan retribusi yang dikenakan kepada maskapai penerbangan. Mulai dari masalah bahan bakar, seperti pembelian avtur, banyak biaya tambahan yang harus dikeluarkan. Mulai dari PNBP 0,25% pada BPH Migas hingga PPN 11% bahan bakar penerbangan dalam negeri hingga biaya pemrosesan yang diberikan kepada pengelola bandara.

Maskapai penerbangan dikenakan serangkaian pajak dan bea masuk untuk mendatangkan pesawat atau suku cadang.

Sementara itu, ketika maskapai penerbangan menjual tiket pesawat kepada masyarakat, tetap harus menambahkan biaya PPN sebesar 11% yang dibayarkan kepada pengelola bandara, biaya asuransi Jasa Rahraja, dan Biaya Pelayanan Penumpang Pesawat Udara (PJP2U).

Alvin Lee menjelaskan kepada Detikcom, Rabu: “Jika ingin menurunkan harga tiket dan menghemat uang, otomatis pajak akan dikurangi. Jika hanya PPN 11% yang dibebaskan untuk tiket domestik, harga tiket pasti akan langsung turun.” 17 Juli 2024).

Menurut dia, Kementerian Keuangan harus bisa menyesuaikan kebijakan PPN atas pembelian avtur dan tiket pesawat. Sementara Kementerian Perdagangan dan Perindustrian dapat melakukan restrukturisasi kebijakan perpajakan dan bea masuk suku cadang pesawat terbang.

Mantan Lokpal ini mengatakan, semua pihak tidak bisa menyalahkan pihak maskapai saja. Meski hanya untuk mencari keuntungan, harga tiket pesawat atas dan bawah belum mengalami penyesuaian sejak tahun 2019, meski telah terjadi beberapa kali penurunan biaya bahan bakar akibat kenaikan harga bahan bakar penerbangan.

“Sejak 2019, jika maskapai sudah mencabut seluruh pembatasan, tarif tidak mengalami kenaikan, malah PJP2U naik dua kali lipat,” kata Alvin.

Pengamat penerbangan Gatot Rahardjo sependapat dengan Alvin Lee. Ia menilai sektor penerbangan memerlukan insentif politik atau kemauan politik dari pemerintah untuk menurunkan harga tiket pesawat.

Menurut dia, industri penerbangan di negara lain juga merasakan banyak kelegaan. Berbeda dengan Indonesia yang justru menanggung beban yang sangat besar. Gatot menilai pemerintah harus mengurangi beban pajak, bea masuk, dan menyederhanakan proses impor pesawat dan suku cadang.

Padahal, ini ada hubungannya dengan kemauan politik pemerintah terhadap sektor penerbangan secara umum, kata Gatot saat dihubungi Datacom. Di negara lain, sektor transportasi udara dianggap sebagai sektor yang sangat penting dan mendapat perlakuan khusus. telah diterima.”

Gatot mengatakan, pemerintah tidak perlu khawatir hilangnya pendapatan negara akibat keringanan pajak atau bea masuk. Sebab, hal tersebut bisa memberikan dampak ekonomi yang besar terhadap berbagai sektor transportasi, termasuk industri penerbangan.

“Dalam praktiknya, pemerintah akan kehilangan pendapatan karena pajak dan bea masuk. Namun pemerintah akan memperoleh pendapatan dari dampak pariwisata, perdagangan, dll. Di negara-negara seperti Singapura, Dubai, dll.” kata Gatot.

Jika pemerintah punya insentif kebijakan untuk menyederhanakan industri penerbangan, saya rasa bukan tidak mungkin bisa menurunkan harga tiket pesawat. Masyarakat luas yang pada akhirnya menjadi pemudik juga akan merasakan manfaatnya.

“Kalau ada kemauan politik, maka biaya terbang akan turun, yang pasti akan mempengaruhi harga tiket,” kata Gatot. (P/RRD)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *