Jakarta –
Staf khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga buka-bukaan soal rencana penggabungan Garuda Indonesia dan Pelita Air dengan industri penerbangan dan pariwisata InJourney. Tahap awal merger ini adalah positioning Pelita Air. Setelah itu posisikan Garuda di InJourney.
Selanjutnya kalau semuanya sudah baik, barulah Garuda masuk skema lain, di mana posisinya di InJourney, karena punya bandara sendiri, selanjutnya apa yang akan dilakukannya seperti itu, katanya kepada Kementerian BUMN. Jakarta, Kamis (04/07/2024).
Dia mengatakan, posisi Pelita Air yang merupakan anak usaha Pertamina masih dalam pembahasan. Ada beberapa hal yang mengkhawatirkan, misalnya saja Garuda membeli Pelita Air maka perlu melihat kemampuan finansialnya terlebih dahulu. Lalu, jika Pelita Air masuk ke Garuda sebagai anak perusahaan, maka Pertamina akan menjadi miliknya.
“Iya (menetapkan posisi Pelita dulu) karena kita belum tahu uang Garuda itu dibayarkan atau bisa dibayar? Kalau tidak, kepemilikan Pertamina di sana ke anak perusahaannya, lalu masuk ke Garuda dan anak Pertamina, apakah ke Garuda. , namun saya tidak tahu,” katanya.
Menurutnya, setiap langkah ada konsekuensinya. Ia melanjutkan, jika Pelita Air akan “merger” dengan anak usaha Garuda melalui skema joint venture (JV), yakni yaitu Citilink, sebuah perusahaan baru akan lahir. Lalu, jika Pelita merger dengan Citilink, maka Pertamina juga akan memiliki saham di Citilink.
Jika Pelita merger dengan Citilink, aset Garuda akan bertambah, katanya. Tindakan Pertamina di Pelita juga mengkhawatirkan.
“Kalau joint venture tidak akan berpengaruh semuanya, tidak ada kepemilikan properti, tidak kumulatif, tidak perlu memberikan uang kepada Garuda,” ujarnya.
“Kalau mergernya satu, berarti aset-aset Pertamina ikut masuk. Di mana saham Pertamina di Garuda? Kalau merger itu menambah modal, kalau Garuda menambah modal, maka akan mempengaruhi kepemilikan saham,” ujarnya. (acd/fdl)