Jakarta –
Iklan media sosial pria Alat ini didanai oleh sebuah perusahaan di Korea Selatan untuk Pimpinan Tingkat Nasional SLB-A, Jakarta, dan akan dilaksanakan pada tahun 2022.
Namun, dua tahun telah berlalu dan barang tersebut belum juga diterima oleh SLB. Netizen itu pun mengaku diminta membayar ratusan juta rupee dan denda penyimpanan harian untuk membayar barang tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pelayanan Pelanggan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Nirwala Dwi Heryanto mengatakan. Dia menjelaskan, kasus tersebut ditangani Bea Cukai Soetta dan sedang mendalami situasi secara keseluruhan.
“BC Soetta diminta mempelajari informasi dan data serta jadwal untuk mengetahui permasalahan besarnya di mana. BC Soetta juga sudah berbicara dengan SLB untuk membantu mengatasi permasalahan tersebut,” ujarnya kepada detikcom, Sabtu (27/4/2024).
Sebelumnya, rekening X Bea Cukai dikembalikan oleh Soekarno Hatta. Kementerian Pertahanan dan Pajak berjanji akan menindaklanjuti kasus ini, dan meminta yang bersangkutan memberikan informasi tanda terima untuk proses pengawasan.
Terkait tweet bapak tentang bantuan materi pendidikan tunanetra untuk SLB, mohon kirimkan resi/nomor AWB melalui DM agar kami dapat melakukan penelitian lebih lanjut, kata akun @beacukaisoetta yang ditangkap Bea Cukai Soetta
Barang dikirim oleh OHFA Tech dari Korea Selatan pada tanggal 16 Desember 2022, nama pengangkutnya adalah SLB-A Pembina Tingkat Nasional, Jakarta. Barang tersebut tiba di Indonesia pada 18 Desember 2022 namun tertahan di Bea Cukai.
Dalam keterangan yang dirilis @ijalzaid, Bea Cukai memerlukan dokumen tambahan untuk memproses barang dan menentukan nilai barang. Artikel tersebut berisi link pemesanan yang memuat harga, spesifikasi dan deskripsi setiap item.
Kemudian, invoice atau bukti pembayaran yang disahkan oleh bank, daftar harga barang, gambar dan spesifikasi setiap barang, serta nilai barang. Selain itu, dokumen lain juga diperlukan untuk mendukung keputusan tersebut.
Pihak sekolah telah menyerahkan dokumen-dokumen yang diperlukan sesuai dengan persyaratan. Namun item ini merupakan prototype yang masih dalam tahap pengembangan dan merupakan item hadiah sehingga tidak dipungut biaya.
“Setelah itu kami menerima email mengenai penilaian barang sebesar 22.846,52 dolar (konversi rupee 15.688) rupee 361.039.239 dan permintaan pengiriman seluruh dokumen,” jelasnya.
Dokumen yang diperlukan adalah: 1. Konfirmasi persetujuan pembayaran PIBK (pajak yang dihitung tanpa NPWP = Rp 116.616.000. Pajak dibebankan kepada pengangkut 2. Lampiran surat kuasa 3. Lampiran NPWP sekolah4. Tambahan bukti pembayaran untuk barang (bukti pembayaran melalui bank) /kredit/paypall/western union). 5. Terima baru/bukan baru.
Kemudian pihak sekolah menolak membayar pajak karena tujuannya untuk menyediakan perlengkapan pendidikan bagi siswa tunanetra. Namun, dokumen lainnya masih dikeluarkan pihak sekolah.
Sekolah menerima email yang mengatakan bahwa item tersebut perlu diperbaiki dengan mengisi beberapa dokumen. Ide ini diterima, namun belum diterima.
“Setelah sekian lama bekerja, saya kembali mendapat email bahwa barang sudah dikirim ke gudang bea cukai. Setelah itu sangat sulit untuk diproses lagi karena pihak sekolah meminta pembayaran pajak sudah dihitung terlebih dahulu,” ujarnya.
Pengawas SLB-A Tingkat Nasional menghubungi OHFA Tech untuk mengaturnya dan juga menghubungi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mendapatkan bantuan. Namun hingga saat ini belum ada kejelasan mengenai kasus tersebut.
Jadi kita belum tahu bagaimana kelanjutannya sampai sekarang, tutupnya.
(ily/hns)