Jakarta –
Departemen Umum Bea dan Cukai (Kemengkeu) Kementerian Keuangan telah mengidentifikasi jenis penyelundupan tembakau dan minuman beralkohol ilegal. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Ascolani mengatakan, ada beberapa cara untuk mengimpor tembakau dan alkohol ilegal.
“Ada beberapa cara,” jelasnya dalam agenda “Pembongkaran Barang Milik Negara Bekas Bea Cukai dan Barang Milik Negara Sitaan” di Markas Bea Cukai, Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (31/7/2024).
Cara pertama adalah badan komersial tidak menyetujui segel khusus, yang tentu saja melanggar hukum. Cara kedua adalah dengan membawa barang melalui bagasi pribadi.
Untuk cara kedua, Ascolani menjelaskan, pemerintah mengatur batasan jumlah barang bawaan yang dibawa melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
“Misalnya jumlah barang bawaan penumpang sesuai dengan ketentuan yang harus kami batasi, maka selebihnya kami urus,” jelasnya.
Ascolani mengatakan, modus penyelundupan bisa dilakukan secara terpisah atau bersamaan. Oleh karena itu, pihaknya berupaya mencermati persoalan ini.
“Jadi dengan kombinasi tersebut tentunya tarif cukai hasil tembakau dan minuman tidak hanya berlaku pada produk dalam negeri saja, namun juga pada produk impor yang melanggar aturan,” jelasnya.
Pada tahun 2023, DJBC akan menindak 1 juta batang rokok di Bekasi, kawasan Chikampek, dengan kerugian lebih dari Rp 1 miliar. Di pesisir timur Sumatera, DJBC juga menindak lebih dari 133.000 botol MMEA.
Pada tahun itu, DJBC mengambil tindakan terhadap 14.805 botol MMEA yang diimpor sebelumnya. “Kemudian kita lakukan penindakan terhadap hal tersebut yaitu sebesar Rp 5 miliar dari item biaya penindakan,” ujarnya.
Menurut Ascolani, dalam setahun terakhir DJBC telah menindak lebih dari 4.000 botol MMEA, 509.000 produk tembakau, Hasil Kegiatan Tembakau Lainnya (HPTL), lebih dari 4.000 batang rokok elektrik, dan 70.000 batang rokok molasses. 74 ribu gram, tembakau asal Inggris 40 kilogram (kg), serta cerutu dengan lebih dari 300 prosedur di Kantor Pelayanan Umum Bea dan Cukai (KPU) tipe C di Soekarno-Hatta (Soetta).
“Biaya dari kegiatan ini tentunya bisa mencapai 2,4 miliar euro, lebih tinggi dari kemungkinan biaya negara yang diperoleh dari hasil kegiatan ini,” tutupnya. (gambar/gambar)