Jakarta —
Mulai hari ini, pemerintah mulai memperkenalkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai data perpajakan, menggantikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memberikan waktu hingga Minggu, 30 Juni 2024 untuk perbandingan data.
Jadi jika masyarakat terlambat atau bahkan tidak mencocokkan NIK dengan NPWP, akan ada konsekuensi atau sanksinya. Artinya, akan ada hambatan bagi wajib pajak untuk mengakses layanan perpajakan dan layanan lain yang memerlukan NPWP.
Hal tersebut sebelumnya diumumkan oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas), DJP Dvi Astuti. Pasalnya, mulai saat ini seluruh layanan DJP hanya dapat diakses oleh wajib pajak dalam negeri melalui NIK.
“Wajib pajak perorangan yang belum melakukan pemasangan NIK-NPWP pada saat implementasi penuh nantinya akan kesulitan dalam mengakses layanan perpajakan, termasuk layanan administrasi pihak ketiga yang memerlukan NPWP, karena semua layanan tersebut akan menggunakan NIK sebagai NPWP,” kata Dwi detikcom.
Hal ini juga tertuang dalam PMK 112/2022. Jika NIK Anda tidak sesuai dengan NPWP, maka akan terjadi kendala ketika wajib pajak mengakses layanan berikut:
1. Pelayanan pencairan dana negara2. Jasa ekspor dan impor3. Jasa perbankan dan sektor keuangan lainnya4. Pendirian unit usaha dan jasa perdagangan5. Pelayanan administrasi negara yang bukan merupakan pelayanan yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pajak6. Layanan lain yang memerlukan penggunaan nomor pokok wajib pajak Tidak semua orang harus membayar pajak
Jika NIK menjadi NPWP, bukan berarti setiap orang yang memiliki KTP harus membayar pajak. Pada awal tahun 2021, Menteri Keuangan Shri Muljani Indravati pun membenarkan hal tersebut dalam catatan detikcom.
“Sering kali salah dan menyesatkan kalau mulai saat ini pemerintah dan DLR sepakat bahwa setiap orang harus membayar pajak, yang mempunyai NIK, baik pelajar maupun yang mempunyai penghasilan, harus membayar pajak karena mereka adalah wajib pajak.” Nomor Identifikasi,” kata Menteri Keuangan Shri Muljani Indrawati pada Desember 2021.
Aturan penerapan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2021 No. 7 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dijelaskan, pajak dibayarkan jika penghasilan tahunan lebih besar dari penghasilan tidak kena pajak (PTKP) atau jika orang perseorangan berwirausaha sesuai Peraturan Pemerintah No. 23/2018.
Sedangkan Penghasilan Kena Pajak (PKP) saja berlaku bagi masyarakat yang berpenghasilan Rp 60 juta per tahun atau Rp 5 juta per bulan. Jadi orang yang gajinya kurang dari Rp4,5 juta per bulan atau Rp54 juta per tahun tidak akan dikenakan pajak.
Pengenalan NIK sebagai NPWP merupakan langkah strategis pemerintah untuk menciptakan administrasi perpajakan yang lebih efisien dan produktif. Tujuan utamanya adalah untuk memperkenalkan sistem Single Identification Number (SIN) dimana satu nomor identifikasi dapat digunakan untuk berbagai keperluan administrasi, termasuk perpajakan.
Sistem SIN ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi administrasi perpajakan dengan mengintegrasikan data wajib pajak ke dalam satu sistem terpusat. Dengan begitu, pemerintah bisa lebih mudah dan akurat memantau dan memantau kewajiban perpajakan warga negara.
Dalam jangka panjang, langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kewajiban perpajakan masyarakat melalui sistem yang lebih mudah diakses dan dipahami. Selain itu, integrasi data juga memastikan penegakan hukum yang lebih kuat terhadap wajib pajak yang tidak patuh.
Tonton d’Rooftalk secara langsung:
Tonton video “Hindari duplikasi, NIK KTP Anda menjadi SIM Anda” (kil/kil)