Tangerang –

Askolani, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, mengidentifikasi gudang perusahaan jasa konsinyasi (PJT), yakni DHL. Tindakan ini dilakukan di tengah banyaknya kasus virus terkait sejumlah barang bermasalah yang dikirim masyarakat, termasuk DHL.

Askolani juga mendemonstrasikan proses pengiriman, termasuk pengurusan bea cukai, untuk barang yang dikirim melalui DHL.

“Itu salah satu PJT yang terkait dengan kegiatan kepabeanan. Jadi prosedur kepabeanan tidak bisa dipisahkan menjadi PJT. Di pelabuhan ada PPJK (Perusahaan Pengelola Bea Cukai) yang bertanggung jawab atas impor dan ekspor, dan ini satu paket fokus hari ini adalah PJT.” Askolani berbicara di DHL Express Distribution Center-JDC di Tangerang, Senin (29 April 2024).

Sementara itu, Ahmad Mohamad, Senior Technical Advisor DHL Express Indonesia, menjelaskan begitu kiriman tiba, pelanggan otomatis menerima invoice dari kurir luar negeri. Kemudian diserahkan melalui sistem kepabeanan.

“Saat kiriman sudah sampai, kami menerima dokumentasinya, sehingga proses invoice muncul di sistem. Kami menerima semua yang disampaikan pihak pengirim,” jelas Ahmad.

Kiriman tersebut kemudian memasuki konveyor dan dipindai dengan sinar-X. Ada dua jalur untuk proses ini: jalur merah (yang memerlukan pelabelan terlebih dahulu) dan jalur hijau (yang dapat dikirim langsung ke konsumen).

“Untuk jalur merah harus hati-hati dan pastikan apa yang diberitakan sesuai dengan isinya. Setelah yakin disana, periksa dan lihat dokumennya, isinya dan jenisnya,” jelas Askolani.

Membuka pengantaran, Askolani menegaskan, penyerahan dilakukan oleh PJT, dalam hal ini DHL. Hal ini juga memastikan bahwa setiap item diperlukan dengan benar sesuai aturan.

“Ibarat port delivery, PJT itu tempat orang yang membuka barang membuka dan menutup kembali barangnya. Kalau tanya ke pihak Bea Cukai Korea dan teman-teman di Bea Cukai Korea, katanya sama sekali tidak mungkin paket sudah dikirim dari PJT.”

Sebelumnya, kasus viral yang dimaksud terkait dengan DHL, yakni pembelian sepatu luar negeri secara online seharga Rp 10.000.000 yang dikenakan bea masuk sebesar Rp 31.000.000. Kemudian muncul keluhan dari para influencer yang mengatakan mereka tidak bisa mereview mainan robot Megatron milik Robosen. Sebab, produk tersebut ditahan di bea cukai dengan tagihan sebesar US$1.699, bukan label harga US$899.

Ada pula alat peraga pembelajaran milik Badan Pengelola Sekolah Luar Biasa Tingkat Negara (SLB)-A Republik Korea (Korea Selatan) OHFA Tech yang ditahan bea cukai sejak 18 Desember 2022. Barang ini ditahan dengan uang ratusan dolar. jutaan.

Tonton juga video ‘Sri Mulyani Jelaskan Alasan Peralatan Pembelajaran SLB Dikenakan Pajak Puluhan Miliar Rupiah’.

(bantuan/hns)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *