Jakarta –
Menurut UNICEF, pada tahun 2021 diperkirakan sebanyak 20,9 persen anak-anak di Indonesia akan kehilangan ayah atau menjadi yatim piatu. Menurut UNICEF, mereka kehilangan ayah karena perceraian, pekerjaan atau bahkan kematian.
Sedangkan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) periode yang sama. Hanya 37,17 persen anak usia 0 hingga 5 tahun di Indonesia yang mendapat hak asuh penuh dari kedua orang tuanya.
Bapak Vihaji, Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, mengatakan situasi ini dapat menimbulkan konsekuensi negatif. Hal ini terutama berlaku untuk perkembangan mental anak. Ketika seorang anak membutuhkan support system yang lengkap dari kedua orang tuanya. Dia tidak menerima bantuan.
Oleh karena itu, dalam keluarga harus ada support system pengganti ayah. Bisa dari paman, bibi, atau kakek, kata Vihaji saat dihubungi detikcom, Senin 16/12/2024.
Wihaji mengatakan, ada faktor penting yang berkontribusi terhadap fenomena fatherless di Indonesia. Artinya, persepsi bahwa tugas ayah hanya bekerja dan pengasuhan anak sepenuhnya menjadi tanggung jawab ibu. Padahal menurut Wihaji, pengasuhan anak yang baik memerlukan pengasuhan yang komprehensif dan menjadi tanggung jawab kedua orang tua.
Ia menegaskan, menjadi tempat kepercayaan bagi anak penting bagi kedua orang tua. Menurutnya, mengutamakan komunikasi dengan anak penting untuk meningkatkan hubungan orang tua dan anak. yang mungkin kurang mendapat perhatian
“Saya percaya jika Anda ingin memulai sebuah keluarga, Anda harus memulainya dari keluarga Anda dan sering-seringlah berbicara dengan keluarga Anda. Kalau tidak ngobrol, semua orang akan lebih mudah ngobrol satu sama lain, misalnya lewat media sosial atau dengan orang lain,” ujarnya.
“Kunci pembangunan keluarga adalah menciptakan kedamaian, kebahagiaan, dan kemandirian. Dan semuanya dimulai dari ngobrol dengan keluarga,” jelas Wihaji.
Psikolog klinis Annisa Mega Radyani pun angkat bicara mengenai dampak fenomena yatim piatu. Ia mengatakan, dampak tidak memiliki ayah bisa berbeda-beda pada setiap anak.
Sosok ayah ditunjukan dengan rasa “aman dan nyaman” pada anak, pada anak yang kehilangan sosok ayah, selalu mencari foto ayah seumur hidupnya.
“Kemungkinan juga anak ini sedang kebingungan. Seperti apa arketipe maskulin itu? Jadi sebenarnya secara psikologis. Mungkin dia sedang mencari orang lain untuk berperan sebagai ‘figur ayah’ di matanya,” kata Annisa.
Selain itu, anak akan kehilangan rasa percaya diri atau sulit percaya. Anak-anak akan memiliki sikap yang berbeda terhadap laki-laki, yang mungkin mempengaruhi kondisi sosialnya seiring bertambahnya usia. Tonton video “Mitos atau kenyataan: Dampak tidak memiliki ayah membuat perempuan sulit mencari pasangan” (Rata-rata/kna)