Denpasar –
Read More : Tahun Depan Mobil Baru Makin Mahal, Gimana Mobil Bekas?
Sebagai tujuan wisata populer, pariwisata di Pulau Dewata menjadi kontroversi. Baru-baru ini media asing menunjukkan bahwa kondisi di Bali tidak sama.
Pulau Dewata Bali saat ini sedang menjadi sorotan dan dikabarkan sedang mengalami krisis perjalanan. Channel News Asia (CNA) dalam artikel berjudul “Bukankah Bali Seperti Dulu?” Hal inilah yang dilakukan pariwisata terhadap pulau tersebut, membuktikan bahwa suasana di Pulau Dewata tidak lagi sesantai dan sebebas dulu.
Namun Kepala Pariwisata Bali Teok Bagus Pemayun menampik kekayaan pengalaman pariwisata Bali. Saat ini belum ada wisata di Pulau Dewata, yang ada hanya sebaran wisatawan tidak teratur.
“Secara umum, tidak ada pariwisata di Bali. Permasalahannya sekarang adalah konsentrasi wisatawan di daerah tertentu, salah satunya Bali Selatan,” kata Pemayun.
Di sisi lain, kolumnis perjalanan Prof. Dokter. I Putu Anom, M.Sc.Par yang juga merupakan Guru Besar Pariwisata Universitas Udayan pun sependapat dengan Direktur Dinas Pariwisata Bali yang mengatakan belum ada pariwisata di Bali.
“Pendapat saya sama: Saya kira tidak ada pariwisata di Bali. Mengapa? Karena banyak wisatawan di Bali Selatan. Kalau dibilang kita tidak punya banyak wisatawan di Bali, namun di daerah lain di Bali. , Jumlah kamarnya masih sedikit, padahal sedang high season,” jelas Anom.
Jika Anda perhatikan, hampir semua fasilitas dan akomodasi terkonsentrasi di Bali selatan. Seperti lokasi Bandara I Gusti Ngurah Rai, restoran, resort, hotel mewah yang sebagian besar berlokasi di Nusa Dua, Kuta Utara, Kuta Tengah, dan Kuta Selatan yang merupakan bagian dari Bali bagian selatan.
“Mengapa wisatawan pergi ke Bali Selatan? Pasalnya, bandara dan seluruh fasilitas akomodasi berada di Bali Selatan seperti Nusa Dua, Kuta Utara, Kuta Tengah, dan Kuta Selatan. Wisatawan yang keluar dari bandara pasti akan mencari akomodasi terdekat, kata Anom.
Dia mencatat bahwa media asing dan wisatawan meliput masalah kemacetan lalu lintas terkini. Diakuinya pula, infrastruktur di Bali bagian selatan belum memadai untuk menampung seluruh aktivitas yang terkonsentrasi di sana. Oleh karena itu, dianggap sebagai pariwisata yang berlebihan.
“Wisatawan dan media asing menunjukkan laporan lalu lintas yang terjadi baru-baru ini. Memang kita sepakat bahwa infrastruktur kita di Bali Selatan tidak memadai untuk menampung kompleksnya masyarakat dan wisatawan di Bali Selatan sehingga menimbulkan kemacetan dan permasalahan lain yang dianggap over-tourism,” tambah Anom.
Bicara ilmu pengetahuan, Anom menjelaskan booming pariwisata akan terjadi ketika jumlah wisatawan lebih banyak dari jumlah kamar yang tersedia. Namun secara umum masih banyak kamar kosong di wilayah lain di Bali, sehingga Bali bukan pariwisata melainkan distribusi wisatawan yang tidak merata.
“Secara teori, wisatawan meledak ketika jumlah wisatawan melebihi jumlah kamar yang tersedia. Jadi secara umum belum ada yang jalan-jalan ke Bali. Masih banyak kamar hotel yang kosong. Kami belum mencapai kekurangan kamar hotel di Bali. Kuncinya ada ketimpangan wisatawan di Bali,” ujarnya.
Dengan banyaknya destinasi yang tersedia, mungkin tidak perlu lagi memperdebatkan apakah Bali merupakan tempat wisata atau bukan. Satu-satunya hal yang jelas adalah kita perlu memperbaiki Bali sekarang untuk mendukung pertumbuhan pariwisata. Bali perlu ditingkatkan
Anom mengatakan Bali perlu berbenah. Ada masalah dengan infrastruktur. Infrastruktur di Bali bagian selatan, mulai dari jalan raya hingga saluran pembuangan limbah, perlu ditingkatkan. Hal tersebut menunjukkan banyak sistem drainase yang tersumbat dan menyebabkan banjir di wilayah Bali Selatan. Menimbulkan ketidaknyamanan bagi wisatawan.
Selain itu, kini wisatawan asing yang masuk ke Bali dikenakan biaya sebesar 150.000 rupiah per orang. Hal ini sebenarnya bisa digunakan untuk memperbaiki infrastruktur di Pulau Dewata. Mengatasi kemacetan dan banjir, demi kebaikan Bali.
“Reformasi ini harus dilakukan dengan cepat. Selain itu, wisatawan asing kini diwajibkan membayar 150.000 saat berkunjung ke Bali. Idenya adalah memanfaatkannya untuk lingkungan dan meningkatkan infrastruktur,” katanya.
“Contohnya jalan lingkar di Nusa Dua harus cepat selesai. Kita memerlukan jalan pintas di wilayah Canggu dan sistem kereta api atau LRT sudah dipastikan. Kedepannya kita harus memikirkan untuk membangun bandara di Bali Utara,” tambah Anom. .
Dengan terkonsentrasinya wisatawan di Bali Selatan, Anom menyarankan perlunya juga mendistribusikan wisatawan ke wilayah Bali lainnya seperti Bali Utara, Timur, dan Barat. Ia menambahkan, daerah lain di Bali masih perlu dipromosikan dengan membekalinya dengan infrastruktur yang baik.
Anom bahkan menyarankan agar agen perjalanan membuat rencana perjalanan ke berbagai daerah di Bali. Hal ini akan membantu penyebaran wisatawan ke seluruh pelosok Bali.
“Pemerintah juga berupaya mempromosikan akomodasi dan atraksi di seluruh Bali. Biro perjalanan juga bisa membuat travel itinerary, misalnya 2 hari di Bali Selatan, 2 hari di Bali Utara, supaya lebih tersebar,” saran Anom.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Menteri Pariwisata dan Bisnis Sandiaga Uno yang mengatakan bahwa perlu banyak cara agar wisatawan bisa tersebar di seluruh Bali, tidak terkonsentrasi di Bali selatan, namun lebih tersebar ke barat, utara dan Bali. barat Bali.
Segala gagasan dan masukan tersebut tentu saja membuahkan banyak solusi konkrit atas kondisi Bali saat ini. Anom juga memfasilitasi kolaborasi antara berbagai kelompok mulai dari peran kunci pemerintah, pengelola pariwisata, pelajar, dan pemangku kepentingan pariwisata. Saksikan video Bagaimana Kemenparekraf Menahan Pariwisata Selama WWF Bali (wsw/wsw)