Jakarta –
Resistensi antibiotik merupakan masalah kesehatan yang disebabkan oleh penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Sebagian kecil orang tidak mengalami “resistensi antibiotik” karena baru mengonsumsi obat tersebut.
Antibiotik dianggap sebagai “obat dewa” yang dapat menyembuhkan sebagian besar penyakit. Semua penyakit diyakini bisa disembuhkan dengan pemberian antibiotik, namun yang terjadi justru sebaliknya.
“Mungkin karena penggunaan terapi antibiotik yang tidak masuk akal, antibiotik yang diminum dalam dosis kecil. Atau antibiotik yang dihentikan terlalu cepat, 5 hingga 2 hari, atau obat yang seharusnya 500 mg. Hanya 200 mg.
Resistensi antibiotik biasanya terjadi ketika bakteri atau jamur tidak merespons pengobatan atau rejimen pasien. Situasi ini mengakibatkan perawatan pasien menjadi lebih lama dan mahal.
Tidak semua infeksi memerlukan antibiotik untuk pengobatannya. Penyakit yang memerlukan antibiotik Infeksi bakteri dan infeksi virus seperti batuk dan pilek tidak memerlukan antibiotik.
Dikutip dari website Kementerian Kesehatan RI, berikut beberapa cara mencegah kasus resistensi antibiotik:
Konsultasi ke dokter: Hindari membeli antibiotik tanpa resep dokter.
Diagnosis yang benar: Pastikan antibiotik digunakan untuk infeksi bakteri, bukan virus atau jamur.
Jangan berhenti minum antibiotik sampai Anda selesai meminumnya, meskipun gejala Anda mereda.
Jangan menyimpan sisa makanan: Hindari menyimpan antibiotik yang tidak terpakai di rumah.
Jangan berikan kepada orang lain: Antibiotik yang diresepkan untuk satu orang tidak boleh diberikan kepada orang lain. “Jangan khawatir, simak cara minum antibiotik dengan bijak!” Tonton videonya. (kami/kita)