Jakarta –
Tiongkok saat ini sedang berusaha membuat peraturan pernikahan dan perceraian menjadi lebih rumit. Situasi ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah generasi muda yang ingin tetap melajang sementara pemerintah berupaya meningkatkan jumlah kelahiran kecil.
Bulan ini, Kementerian Sosial merilis rancangan reformasi peraturan pencatatan perkawinan, yang disebutnya sebagai perubahan penting untuk membangun “keluarga bahagia dan bersatu”. Perubahan ini terbuka untuk umum hingga 11 September.
Menurut SCMP, Tiongkok sedang mengalami penurunan populasi dan penuaan yang cepat. Situasi ini memaksa negara yang berhutang bambu harus menghadapi permasalahan rakyat.
Para pembuat kebijakan berjuang untuk mendorong generasi muda untuk menikah dan memiliki anak.
Menurut angka resmi, sekitar 3,43 juta orang mendaftarkan pernikahan dalam enam bulan pertama tahun 2024. Jumlah ini 12% lebih rendah dibandingkan tahun lalu dan merupakan yang terendah dalam satu dekade.
Sementara itu, angka kelahiran di Tiongkok juga “menurun” ke level terendah 9,02 juta kelahiran pada tahun 2023, menurut Biro Statistik Nasional.
Menurut rancangan peraturan baru, pasangan hanya dapat menikah dengan kartu identitas mereka, di mana pun mereka tinggal di negara tersebut. Sebelumnya mereka juga harus mendaftar di rumah dan hanya bisa menikah di tempat yang terdaftar.
Rancangan peraturan baru juga akan “sangat sulit untuk menyimpang”. Peraturan tersebut mencakup masa tunggu selama 30 hari jika kedua belah pihak menolak permintaannya. Hal ini hanya berlaku untuk permohonan perceraian yang diajukan di kantor catatan sipil, bukan sidang perceraian.
Kementerian mengatakan masa tunggu ini bertujuan untuk mengurangi ‘pemisahan jangka pendek’. Hal ini menimbulkan pro dan kontra di masyarakat Tiongkok. Tak sedikit masyarakat Tiongkok yang menilai RUU reformasi bisa menambah ketidakbahagiaan dan mengurangi kebebasan pribadi.
Juru bicara kementerian mengatakan undang-undang yang direvisi ini berfokus untuk mempermudah masyarakat untuk menikah, karena banyak orang tidak tinggal di tempat rumah mereka terdaftar. Ia pun menegaskan, aturan tersebut tidak akan mempengaruhi hak perceraian.
“Mereka bisa meminta cerai atau menggugat. Jika ada yang merasa terancam oleh pihak lain, bisa meminta bantuan hukum,” kata kementerian. Tonton video “Jepang dan Korea Selatan Rekor Angka Kelahiran Rendah!” (avk/naf)