Jakarta –
Sejumlah partai massa pada Kamis (22/8) menggelar aksi unjuk rasa menolak perubahan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat dan beberapa lokasi lainnya.
Aksi ini diprakarsai oleh lembaga legislatif Republik Demokratik Rakyat (Balag) dan pemerintah untuk mengubah undang-undang pilkada dalam waktu singkat. Sehari kemudian, DPR RI awalnya berencana menyetujui aturan tersebut dalam rapat paripurna. Namun karena tidak memenuhi kuota rapat atau kuorum, maka rapat ditunda.
Keputusan DPR RI Belg mendapat kritik keras dari masyarakat karena bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (KK), lalu apakah situasi politik ini berdampak pada perekonomian Indonesia?
CEO Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (CELIOS), Bhima Yudishira, mengatakan dampak kebijakan dinasti dapat melanggengkan ketimpangan kekayaan dalam masyarakat yang semakin berkembang dan keuntungannya juga disimpan di luar negeri.
Bhima mengatakan kepada detikcom, Kamis (22/8/8) “Pada saat yang sama, kesempatan kerja bagi kelas menengah semakin terbatas, itulah akar permasalahannya. Jadi RUU Pilkada hanya stimulus atau ekonomi rapuh. fondasi untuk Sudah 10 tahun.” /2024).
Dia menjelaskan, dampaknya bisa menjalar ke rupee dan pasar saham yang belakangan menguat bisa kembali melemah. Selain itu, ia menilai tindakan tersebut merupakan dampak ketidakpuasan masyarakat terhadap Republik Islam Iran.
Bhima menegaskan, semakin lama undang-undang pilkada berlarut-larut, maka semakin sulit mendapatkan kembali kepercayaan investor asing (FDI) jangka panjang.
“Kerugian pemerintah sendiri adalah hilangnya sumber penerimaan pajak jika stabilitas politik terganggu. Dunia usaha juga berpikir dua kali untuk melakukan ekspansi di tengah tensi politik yang tinggi. Terlalu berisiko. Sekarang ingin ekspansi. Beli mesin dan bahan baku baru. untuk proses produksinya, tapi takut pembelinya berkurang ya?
Sementara itu, Direktur Ekonomi Digital CELIOS Nayel Al Hadi memperkirakan Indonesia berada dalam keadaan darurat demokrasi. Menurut dia, pelanggaran terhadap putusan Mahkamah Konstitusi tidak hanya berdampak pada penyelenggaraan negara, namun juga berdampak pada aspek perekonomian di segala aspek.
Heady menjelaskan, keputusan pemerintah mengubah undang-undang sehari setelah keputusan Mahkamah Konstitusi membuat dunia usaha tidak memiliki kepastian hukum yang konkrit.
“Dalam situasi seperti saat ini, investor akan ragu dan harus lari dari Indonesia,” kata Hoda. Kepercayaan bisnis adalah kunci kelancaran bisnis.
Ia juga menegaskan, dengan koalisi Partai Progresif Indonesia (KIM) yang anggotanya banyak, pemerintah bisa mengesampingkan kewenangan pemerintah daerah untuk melakukan pembangunan berdasarkan kebutuhan masing-masing. Menurutnya, pemerintah daerah bisa menjadi “boneka” presiden.
“Kalau pembangunan terjadi, kembali ke masa Orde Baru. Pertumbuhan daerah akan terhambat. Ketimpangan antar daerah akan meningkat,” jelasnya. (gambar/gambar)