Yogyakarta –
Wisatawan mengeluhkan pungutan liar parkir di kawasan Malioboro. Untuk mobil, tarif parkir liar bisa mencapai Rp 20.000 di hari kerja dan Rp 25.000 di akhir pekan.
Ironisnya, tarif ini tidak disertai dengan tiket resmi sehingga menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi dan legalitas praktik ini. Adel, salah satu tamu asal Yogyakarta mengaku kaget dengan kenaikan harga tersebut.
“Terakhir saya ke Malioboro, tarif parkirnya masih R10.000. Kini naik menjadi Rp 20.000 tanpa tiket. Entah kenapa harganya mahal sekali,” kata Adele, Rabu (20 November) saat diwawancara detikTravel. 2024).
Adele mengaku terpaksa membayar parkir meski ada keberatan. Ia menilai lokasi parkir liar itu strategis, meski ia sadar betul bahwa parkir liar merugikan pengguna jalan lainnya.
Praktis karena dekat dengan Malioboro, namun kenyataannya parkir liar ini menyebabkan kemacetan di jalan sekitar, kata Adel.
Sejak diterapkannya program setengah pejalan kaki di Malioboro, parkir liar semakin terlihat. Akibat pembatasan pergerakan kendaraan pribadi, banyak tamu yang terpaksa mencari tempat parkir di jalan terdekat, sehingga memberikan peluang bagi pihak yang tidak bertanggung jawab untuk leluasa mematok tarif parkir liar.
Biaya resmi parkir di area yang ditentukan adalah Rp5.000 per jam untuk 2 jam pertama dan Rp2.500 untuk jam berikutnya.
Selain membebani wisatawan, keberadaan lahan parkir liar yang tidak dikontrol masyarakat juga menimbulkan dampak lain seperti kemacetan lalu lintas dan hilangnya pendapatan masyarakat. Aktivitas parkir liar ini justru mengakibatkan hilangnya retribusi parkir yang seharusnya masuk ke kas negara.
Pengunjung berharap pemerintah setempat mengambil tindakan tegas terhadap parkir liar di kawasan Malioboro.
“Kita membutuhkan tempat parkir resmi yang terjangkau dan mudah dijangkau. Tarif parkir yang tinggi seharusnya tidak menyurutkan niat wisatawan untuk kembali,” kata Adel.
Rini, perwakilan Dinas Transportasi DIY, mengatakan pemerintah berencana membangun dan mengoptimalkan lahan parkir resmi untuk melayani kawasan Malioboro yang sebagian merupakan kawasan pejalan kaki.
“Kami menyadari permasalahan ini dan akan terus menyediakan infrastruktur parkir yang memadai sekaligus meningkatkan pengawasan terhadap parkir liar,” ujarnya.
Sementara itu, wisatawan diimbau menggunakan angkutan umum seperti Trans Jogja atau angkutan tradisional seperti perahu kayuh dan kereta kuda untuk mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi. Pilihan ini selain ekonomis juga mendukung program keringanan lalu lintas di sekitar Malioboro.
Parkir liar yang kian marak ini menjadi tantangan besar bagi upaya pemerintah DIY untuk menjadikan Malioboro lebih ramah pejalan kaki. Jika permasalahan ini tidak segera diatasi, terdapat risiko tidak hanya mengganggu kenyamanan wisatawan, namun juga merusak citra Malioboro sebagai destinasi wisata utama.
Masyarakat yang berencana berkunjung ke Malioboro sebaiknya menyiapkan transportasi alternatif atau mencari tempat parkir resmi untuk menghindari pungutan liar yang memberatkan. Mendukung upaya menjadikan Malioboro sebagai destinasi wisata yang menyenangkan dan tertib bagi semua pihak. Saksikan “Video: Minimarket Gunakan Megafon untuk Ejek Petugas Parkir Liar” (fem/fem)