Jakarta –
Read More : Ini Ciri Penyakit TBC yang Sudah Parah dan Cara Mengobatinya
BPA, atau bisphenol A, merupakan bahan kimia sintetis yang biasa digunakan sebagai bahan produk sehari-hari. Mulai dari menutupi perangkat elektronik hingga kertas termal atau kuitansi pembelian.
Penggunaan BPA yang paling umum adalah sebagai bahan baku plastik polikarbonat untuk kemasan makanan dan sebagai resin epoksi untuk pelapis kaleng makanan.
Produsen suka menggunakan BPA karena serbaguna, kuat, transparan, tidak mudah terbakar, dan tahan terhadap suhu ekstrem dari -40°C hingga 145°C. Sifat-sifat ini membuatnya aman digunakan dalam industri untuk membuat produk yang bersentuhan dengan makanan.
Namun sejak lama penggunaan BPA sering menjadi perdebatan di masyarakat. Partikel BPA dikatakan dapat keluar dari kemasan makanan dan minuman dan tertelan oleh tubuh sehingga menyebabkan masalah hormonal.
Apa faktanya?
Dr Karin Wiradarma, M Gizi, SpGK, ahli gizi mengatakan, BPA sebenarnya relatif tidak berbahaya bagi kesehatan manusia bila telah melalui proses formulasi sesuai standar. Misalnya digunakan untuk membuat plastik untuk wadah air serta wadah makanan dan minuman.
Menurut dr Karin, BPA hanya berbahaya jika senyawa tersebut tidak melalui proses kimia atau berdiri sendiri.
“Ibarat garam meja ya, itu garam meja atau natrium klorida, yang terdiri dari dua senyawa natrium dan klorida. Nah, kalau natrium klorida ini sendiri berbahaya bagi kesehatan manusia, tapi kalau digabungkan dalam satu Reaksi kimianya berubah menjadi garam meja. atau NaCl, maka tidak berbahaya bagi tubuh manusia.” kata dr.karin.
Migrasi atau keluarnya partikel BPA dari wadah makanan atau minuman hanya terjadi jika penggunaannya tidak tepat, misalnya terkena panas yang ekstrim, yakni di atas 70°C. Sekalipun paparan BPA masuk ke dalam tubuh, hingga 90% kandungan BPA dinonaktifkan melalui proses metabolisme di hati.
Setelah itu, BPA dikeluarkan tubuh melalui keringat, urin, dan feses. Kandungan BPA yang tersisa di dalam tubuh masih dalam batas aman. Menurut pedoman Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia (BPOM), batas migrasi BPA tidak melebihi 0,6 bpd (600 μg/kg).
“Jadi masyarakat tidak perlu terlalu khawatir dengan BPA,” ujarnya lagi.
“Selama kadar BPA dalam tubuh kita masih di bawah ambang batas normal yang ditentukan melalui berbagai jurnal dan penelitian, masyarakat tidak perlu khawatir. (di atas)