Batavia –
Taksi perahu merupakan salah satu layanan rekreasi yang tersedia di kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa, Batavia Utara. Dengan ojek ini para tamu bisa menikmati indahnya pemandangan laut Batavia.
Pantauan detikcom di lokasi, Selasa (22/4/2024), sampan ojek ini terletak di tepi pantai pelabuhan dekat pintu gerbang tempat berlabuhnya kapal kayu. Perahu kecil berkapasitas maksimal 7 orang ini berlabuh di belakang parit, bersebelahan dengan perahu kayu besar lainnya.
Untuk menemui perahu ojek ini, penumpang harus menaiki tangga kayu menuju tanjakan yang terbuat dari tumpukan kantong tanah merah. Kondisi ini agak sulit ditemukan jika tidak mengintip ke tanjakan pelabuhan.
Saat berada di tempat tersebut, ia kebetulan bertemu dengan seorang sopir perahu bernama Bakar (78). Ia mengaku sudah menekuni profesi tersebut sejak tahun 1972, yakni lebih dari 32 tahun.
Dikatakannya, pada awalnya profesi ojek perahu sangat menjanjikan, karena saat itu pelabuhan Sunda Kelapa sedang sangat ramai. Kemudian dia bisa menggambar lebih dari tujuh kali sehari.
“Tahun 70-an, 80-an, di sini ramai. Banyak orang yang ke pasar ikan (Di Luar Kawasan Batang atau Akuarium Kampung). Dulu, orang dari perahu, pekerja akan ke sana. Tapi kata Copper.
“Dulu tas tidak pernah kosong sampai bosan mengayuh. Dulu tidak menggunakan perahu motor,” jelasnya lagi.
Seiring berjalannya waktu, wisatawan baik lokal maupun mancanegara mulai meninggalkan layanan taksi ini. Menurut dia, keadaan tersebut sudah terjadi sejak tahun 2013 hingga saat ini.
“Sekarang sepi. Kalau tidak salah, pelabuhan ini sejak 2013 sepi. Selama ini sepi. Paling-paling seminggu sekali dua kali kalau sibuk. Belum pernah sampai tiga kali,” tuturnya. .
Keadaan ini diperparah dengan adanya pandemi Covid-19 di Indonesia pada tahun 2019. Di Indonesia saat itu aktivitas masyarakat masih terbatas, terutama bagi mereka yang ingin bepergian.
Karena itu, ia harus berhenti bekerja sebagai tukang ojek selama kurang lebih dua tahun. Untungnya, setelah pembatasan mulai dilonggarkan, dia bisa berlayar lagi dengan perahu kecil.
“Setelah Covid sempat ramai, tapi hanya dua bulan, setelah itu sepi seperti sekarang,” imbuhnya.
Hal serupa juga diungkapkan oleh sopir taksi film lainnya bernama Lupi (61), yang juga menjadi penarik perahu sejak tahun 1970-an. Ia mengatakan saat itu banyak pelaut dan masyarakat sekitar yang menggunakan jasanya.
Selain itu, wisatawan terkadang berkeliling dengan perahunya. Namun keadaan tersebut berubah sejak dibangunnya kawasan sekitar emporium penangkapan ikan.
“Setelah tidak masuk lagi, mereka tidak bisa menyeberang ke sini lagi. Dulu lewat jalan raya, sekarang naik sepeda motor,” kata Lupi.
Sehingga dia hanya bisa berharap wisatawan, terutama asing, mau menaiki kapal tersebut. Jarang sekali, paling banyak hanya satu atau dua penumpang per minggu.
“Wisatawan kebanyakan hanya percaya. Kebanyakan jamaah haji. Dan ini jarang terjadi. Kadang ada jamaah yang lewat satu dua kali, tapi kebanyakan tidak mau naik. Paling seminggu satu dua (jamaah),” ujarnya.
“Pasti ada yang datang, menarik sekali. Dua hari berikutnya sepi dan tidak ada penumpang sama sekali. Meski biasanya di hari Sabtu dan Minggu biasanya tidak ada penumpang, tapi kalau hadir kalau tidak kurang, mau bagaimana lagi?” .Tapi dia berkata lagi.
Saksikan juga video ‘Melihat Masjid Agung Sunda Kelapa yang beratap seperti perahu’;
(fdl/fdl)