Jakarta –
Read More : Penjelasan Medis Mati Suri, Nenek Ngaku Liat Surga-Neraka usai Mengalaminya
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi di Indonesia dengan prevalensi psikosis/skizofrenia tertinggi di Indonesia. Hal tersebut diketahui berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang diterbitkan Kementerian Kesehatan RI pada Juni 2024.
Pada SKI 2023, Kabupaten DIY dinyatakan sebagai wilayah dengan prevalensi rumah tangga yang memiliki anggota keluarga (ART) dengan gejala psikosis/skizofrenia tertinggi, yaitu sebesar 9,3 persen.
Disusul Jawa Tengah sebesar 6,5 persen dan Sulawesi Barat sebesar 5,9 persen. Untuk keluarga pengidap ART yang memiliki gejala dan telah didiagnosis psikosis/skizofrenia oleh dokter, DIY juga memiliki prevalensi tertinggi yaitu 7,8 persen. Disusul wilayah Jawa Tengah sebesar 5,1 persen dan DKI Jakarta sebesar 4,9 persen.
Yang paling banyak mengalami masalah ini adalah masyarakat dengan status ekonomi rendah, yakni sebesar 8,8 persen. Kementerian Kesehatan juga menemukan sekitar 6,6 persen penderita gangguan jiwa/skizofrenia di seluruh Indonesia dirawat dengan borgol.
“Tujuan dari asesmen gangguan jiwa/skizofrenia adalah untuk mengetahui prevalensi keluarga (RT) yang mempunyai anggota keluarga (ART) yang mengalami gangguan jiwa/skizofrenia,” demikian keterangan SKI 2023, dikutip Rabu (9/8/2024). ).
Psikiater Pusat Kesehatan Jiwa Nasional dr Lahargo Kembaren, SpKJ menjelaskan, skizofrenia merupakan penyakit jiwa kronis dan berat yang mempengaruhi aktivitas hidup seseorang. Gangguan skizofrenia ditandai dengan munculnya gejala kejiwaan, yaitu gejala kesulitan membedakan antara yang benar dan yang tidak (gangguan penilaian realitas), gangguan jiwa ini, kata dr. Membunuh menghadirkan banyak tantangan bagi para profesional kesehatan mental untuk pulih. Dengan berbagai pilihan pengobatan yang tersedia, skizofrenia dapat disembuhkan dan penderita skizofrenia dapat menjadi fungsional, produktif, dan mandiri.
Kini diketahui penyebab masalah tersebut adalah ketidakseimbangan zat biokimia (neurotransmitter) pada saraf otak pasien, ujarnya saat ditemui detikcom, Kamis (8/8/2024).
Hargo mengatakan ada beberapa hal yang dapat memicu masalah keseimbangan ini, antara lain:
Faktor genetik, memiliki kerabat yang mengalami gangguan/gangguan jiwa berisiko terkena skizofrenia.
Penyakit serius di masa lalu seperti depresi, penyakit tiroid, riwayat trauma kepala; penggunaan obat
Situasi kehidupan sulit yang berubah menjadi stres seperti kekecewaan, keinginan yang tidak terpenuhi, kehilangan dan banyak lagi. Saksikan video “Rumah Berdaya Denpasar, Pusat Rehabilitasi Pasien Skizofrenia” (suc/naf)