Denpasar –
Kehadiran warga negara asing (WNA) di industri tato Bali menjadi sorotan. Tato lokal terancam oleh investor asing dari luar negeri.
Seniman tato lokal di Pulau Dewata kini dibayar lebih rendah jika bekerja sama dengan investor asing. Hal itu terungkap akhir pekan lalu (29/6) pada sesi diskusi Denpasar Tattoo Fest 2024 di gedung Graha Yovana Suchi Denpasar.
Aktivis media sosial dan anggota DPD terpilih Nee Luh Jelantik menyerukan dibentuknya organisasi payung yang menaungi seniman tato Bali. Salah satu tujuannya adalah untuk mendokumentasikan dan menganalisis peluang bagi seniman tato asing yang bekerja secara ilegal di Bali.
Yang penting pendataan. Semua tato di Bali harus bersatu, harus ada database yang akan kita gunakan dalam perjuangan, kata Ni Luh Jelantik.
Ni Luh Djelantik berencana mendaftarkan seluruh seniman tato di Bali dan bekerja sama dengan imigrasi. Hal ini dilakukan agar seniman tato dalam negeri tidak kesulitan menjalin kerja sama dengan investor asing.
“Contohnya ada salon tato di Bali, namanya diambil (investor asing). Nanti kalau (terkena masalah), yang terdaftar atas namanya (pengusaha lokal) yang ditangkap. pemilik sebenarnya,” kata mantan politikus NasDem itu.
Marmar Herayukti, seniman tato sekaligus penggiat seni asal Bali, menceritakan fenomena tato asing sudah ada sejak lama di Bali. Menurutnya, pengusaha asing juga banyak berinvestasi di industri tato di Pulau Dewata.
Marmar menyoroti seniman tato lokal yang berkolaborasi dengan investor asing. Ia mengatakan, beberapa seniman tato di Bali dibayar lebih rendah, namun investor asing ikut menanggung biaya pembuatan tato.
“Pengusaha (tato) asing sering kali bekerjasama dengan masyarakat lokal dan membuka sanggar tato. Mereka memberikan bagian (bagi hasil) yang sangat kecil kepada seniman tato. Kami hanya mendapat 35 persen dari harga sebuah tato,” kata Marmar.
Marmar mengundang seniman tato untuk menerima harga referensi dan persentase saham yang menguntungkan mereka. Arsitek Ogoh-ogoh dari Banjar Gemeh, Denpasar, menyarankan, idealnya bagi hasil bagi seniman tato yang bermitra dengan asing adalah 50 persen.
Meski begitu, Marmar menegaskan, tingkat keahlian dan waktu terbang sang seniman tato yang bersangkutan masih perlu disesuaikan.
“Saya kira 50 persen itu minimal yang pantas. Yang penting (pembagian keuntungan dari harga tato) adil. Pengusaha tato juga harus punya harga (price) dan jujur terhadap kualitas tato kita,” kata Marmar. .
Sementara itu, Anggota DPD Bali terpilih, Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra mengusulkan agar seniman tato di Bali bisa bekerja sama. Seniman tato, kata dia, bisa memanfaatkan crowdfunding atau crowdfunding untuk menjalankan bisnisnya.
“Sekarang konsepnya crowdfunding. Jadi kenapa kita tidak mulai bekerja sama dengan teman-teman untuk membuka studio (tato). Tapi kita hanya bisa menyewa satu ruangan saja,” kata Rai Mantra.
Menurut Rai Mantra, hal ini akan mencegah seniman tato bekerja sama dengan investor curang.
——–
Artikel ini dimuat di detikBali. Tonton video “Perjalanan Seniman Tato yang Kabur dari Perang di Ukraina” (wsw/wsw).