Jakarta –
Aset Pelindo tercatat meningkat 6% menjadi Rp 123,2 triliun pada semester I 2024. Pertumbuhan aset tersebut seiring dengan menguatnya kinerja keuangan Pelindo selama tiga tahun terakhir pasca merger pada 1 Oktober 2021.
Direktur Sekretariat Perusahaan Pelindo Ardhy Wahyu Basuki mengatakan, pertumbuhan aset Pelindo didorong oleh peningkatan aset tetap yang stabil untuk kegiatan investasi dan pendapatan operasional pelabuhan peti kemas baru Belawan (BNCT) yang bermitra dengan Pelabuhan Dubai. Pasca merger, Pelindo berhasil mendapatkan kembali aset-aset yang diperoleh dari proyek-proyek strategis seperti Pelabuhan New Makassar, Pusat Wisata Bahari Bali, Tol Cibitung-Cilincing dan melanjutkan proyek Terminal Kalibaru di Jakarta. Kegiatan ini juga dilakukan perseroan, kata Ardhy. dalam pernyataan yang dikutip BNCT di Medan, Jumat (27/9/2024), dikatakan “berdampak positif terhadap kekayaan”.
Berdasarkan laporan tahunan Pelindo 2021, aset Pelindo tercatat sebesar Rp 116,2 triliun, kemudian pada akhir tahun 2023 mencapai Rp 118,3 triliun dan kembali meningkat pada paruh kedua tahun 2023 awal tahun 2024 hingga Rp 123,2 triliun.
“Kami terus berupaya meningkatkan optimalisasi aset untuk menunjang operasional dan keuangan perusahaan,” jelas Ardhy. Berdasarkan kinerja pendapatan Pelindo tahun 2023, Fortune World Economic Media memasukkan perusahaan tersebut ke dalam daftar Fortune 500 Asia Tenggara tahun 2024. Dalam pemeringkatan tersebut, Pelindo menempati peringkat ke-5 industri transportasi di Asia Tenggara dan menempati peringkat ke-157 dari 500 perusahaan dengan pendapatan tertinggi di tahun 2023. Asia Tenggara. BUMN baru-baru ini menerbitkan daftar BUMN penyumbang pajak terbesar dan laba terbesar tahun 2023, menempatkan Pelindo di peringkat 10 dengan kontribusi Rp 5,6 triliun dan peringkat 12 dengan laba Rp 4,01 triliun.
Ardhy menutup: “Kami optimis Pelindo akan terus tumbuh di tahun-tahun mendatang, dengan layanan korporasi dan ekspansi bisnis yang kuat, sehingga perusahaan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap perekonomian Indonesia”. (ncm/ega)