Jakarta –
Banyak masyarakat kaya Indonesia yang lebih memilih berbelanja di luar negeri dibandingkan di dalam negeri. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), setidaknya terdapat 10 juta orang yang berada pada kelompok kelas atas atau golongan pertama.
Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlan Hartarto. Katanya, hal itu disebabkan persaingan harga.
“Kalau dilihat dari jumlah orang kita di luar negeri, menurut BPS hampir 10 juta orang,” kata Airlanga di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta Pusat, Jumat (17/1/2025).
Menurut dia, masyarakat yang pergi ke luar negeri mempunyai pilihan untuk tetap di dalam negeri atau di luar negeri. Namun situasi ini menimbulkan kemungkinan hilangnya keuntungan hingga Rp 324 triliun.
“Kami memperkirakan biayanya, katakanlah, yang paling konservatif, $2.000. Sekitar Rp 324 triliun (potensi kerugian),” ujarnya.
Di sisi lain, Airlangga juga tak memungkiri ada beberapa barang di Indonesia yang harganya sedikit lebih mahal. Keadaan ini didukung dengan banyaknya penambahan pajak.
“Ada beberapa faktor yang membuat mereka membeli, harga lebih kompetitif. Tentu saja ada perbedaan dengan Indonesia yang misalnya dikenakan tarif masuk sebesar 25% untuk barang yang masuk ke mall. Kemudian mereka mendapat PPH. , kemudian dikenakan PPN,” ujarnya.
Jadi kalau dibandingkan Singapura, tidak ada. Jadi otomatis barang kita lebih mahal dibandingkan tempat lain, lanjutnya.
Di sisi lain, menurut Airlan, proses impor barang mewah untuk pelaku usaha ritel juga dipermudah. Yang terpenting, pengusaha membayar pajak impor, pajak penghasilan (PPh) impor, dan pajak pertambahan nilai (PPN). (persegi/rd)