Jakarta –
Yayasan Konsumen Indonesia (YLKI) memanggil Kementerian Keuangan. Dipimpin oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, tarif cukai plastik dan minuman manis dalam kemasan (MBDK) tahun ini diberlakukan seiring dengan mendesaknya permasalahan lingkungan dan kesehatan yang dihadapi Indonesia.
Rencana penerapan cukai plastik dan MBDK tahun ini masih belum jelas, kata Ascolani, Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Kementerian Keuangan menyatakan pihaknya meninggalkan kemungkinan tindakan pada tahun 2025 jika tidak dapat dilaksanakan pada tahun 2024.
“Saya ingin menyampaikan keprihatinan dan mempertanyakan keputusan Dirjen Bea dan Cukai. Kementerian Keuangan YLKI menilai penundaan tahun 2020 ke tahun 2023 tidak sejalan dengan urgensi permasalahan kesehatan dan lingkungan hidup yang dihadapi negara kita saat ini,” kata Plt Ketua YLKI Indah dalam keterangan tertulisnya, Suksmaningsih. Pada Jumat (14/06/2024)
Pada Februari 2020, Sri Mulyani menyebut potensi penerimaan cukai minuman manis bisa mencapai Rp 6,25 triliun. Angka ini penting tidak hanya dalam menunjang pendapatan pemerintah. Namun hal ini juga merupakan langkah nyata untuk mengurangi konsumsi minuman manis kemasan yang berbahaya dan tidak sehat.
Data terakhir Survei Kesehatan Indonesia tahun 2023 menunjukkan bahwa prevalensi diabetes pada penduduk usia 15 tahun ke atas mengalami peningkatan sebesar 11% dari sebelumnya sebesar 10,9% (Riskesdas, 2018), hal ini sangat memprihatinkan.
“Tentu saja ini sangat mengkhawatirkan. Anak-anak, yang merupakan modal utama untuk mencapai tujuan generasi emas pada tahun 2045, menghadapi permasalahan kesehatan yang memprihatinkan. Ini akibat langsung dari konsumsi minuman manis dalam jumlah besar,” ujarnya.
“Kami tegaskan, tarif cukai pada MBDK tidak lagi menjadi bahan perbincangan. Namun tindakan segera harus diambil untuk melindungi generasi berikutnya dari risiko penyakit serius,” tambahnya.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan YLKI di 10 kota di Indonesia. Sebanyak 25,9% anak di bawah usia 17 tahun diketahui mengonsumsi MBDK setiap hari dan hingga 31,6% mengonsumsi MBDK 2-6 kali seminggu. Anak-anak merupakan kelompok konsumen yang rentan dan seringkali menjadi target utama pemasaran minuman manis.
“Menunda kebijakan cukai ini berarti anak-anak kita akan terus terpapar produk-produk yang berisiko tinggi bagi kesehatannya. Saat ini prevalensi diabetes dan obesitas pada anak menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Jika tidak ada intervensi politik yang tegas, merekalah yang akan menjadi korban berikutnya. Korban kebijakan yang lamban,” imbuhnya.
YLKI mempertanyakan mengapa pemerintah terus menunda kebijakan yang jelas memberikan manfaat kesehatan dan ekonomi. YLKI menduga kuat penundaan ini tak lepas dari campur tangan industri MBDK yang sejak awal menolak bertindak.
“Kami menghimbau pemerintah untuk segera menyelesaikan pembahasan dan menerapkan kebijakan ini tanpa menunggu hingga tahun 2025. Kesehatan anak tidak bisa saya tunggu lebih lama lagi. Menunda kebijakan ini akan menurunkan kualitas generasi mendatang dan tentunya menghambat pencapaian Generasi Emas 2045.”