Jakarta –
Para pengamat percaya bahwa video viral dapat menjadi cara bagi masyarakat kecil untuk melawan petinggi. Umumnya, ketika sesuatu menjadi viral, akan ada lebih banyak perhatian dari berbagai pihak. Berawal dari teriakan korban, kemudian menarik perhatian netizen, media, dan influencer itu sendiri.
Begitu beritanya tersebar luas, tentu saja kasus tersebut akan menarik lebih banyak perhatian dari pihak berwenang.
“Ini adalah cara komunitas kecil untuk melawan mereka yang menduduki posisi tinggi. Sekarang kita bertarung secara digital dan bisa berkelompok,” kata pemantau media sosial dan koordinator media sosial Enda Nasution saat dihubungi detikINET, Selasa (17/12/2024). ).
Dengan menggunakan video/foto yang kemudian dibagikan di media sosial, pihak-pihak yang menyalahgunakan kekuasaan hingga menimbulkan ketidakadilan bisa mendapat tekanan. Alasan video lebih mudah viral karena penonton bisa melihat langsung kondisi di lapangan. Itu sebabnya dokumentasi penting untuk menarik orang.
“Kalau tidak ada video, mungkin foto. Namun video tersebut sebenarnya mengatakan lebih banyak. Orang bisa melihatnya. Makanya disebut ‘video viral’ karena videonya nanti dikirim,” jelas sosok berjuluk “Bapak Blogger Indonesia” itu.
Selain video dan foto, sebuah unggahan akan lebih mudah viral jika didasari oleh sebuah cerita. Narasi ini diperlukan untuk menambah informasi atau konteks. Di sana Anda juga bisa menjelaskan siapa korban dan pelakunya.
Enda sekaligus memberikan beberapa contoh topik yang bisa membuat suatu isu menjadi viral. Yang pertama dan paling sering adalah masalah emosional. Hal-hal yang menyentuh hati dan berbicara tentang ketidakadilan biasanya menyebar paling cepat.
“Kemudian ada kasus pidana, kasus politik, selebritis, dan ilmu gaib. Lalu ada persoalan seksual, pasti seputar persoalan pribadi,” jelas Enda.
Sehingga kini warganet semakin khawatir dengan kejadian yang berdampak pada rasa keadilan mereka. Misalnya sifat arogan dan sikap seseorang terhadap orang lain yang lebih lemah.
“Seringkali di jalan banyak video orang mengacungkan senjata di mobil Fortuner hitam (pemiliknya). Ini biasanya merupakan tanda kesombongan. Entah kalau ketahuan atau ada petugas yang menggunakan Patwal (patroli dan penjaga). Dalam perjalanannya pasti akan difilmkan, “apalagi kalau pakai seragam. Itu cara untuk melawan viral atau mendokumentasikannya. Itu,” ujarnya.
Menurut Enda, tidak bisa dipungkiri media sosial merupakan sebuah kekuatan. Selain itu, masyarakat Indonesia juga aktif menggunakan jejaring sosial. Ia bahkan mengibaratkan media sosial seperti sebuah alun-alun, sebuah tempat luas yang dipenuhi banyak orang.
“Tadi kami harus turun ke lapangan dan jumlahnya dibatasi (untuk menarik perhatian – Red.). Di jejaring sosial, analoginya seperti berteriak di lapangan: “Wow, semua orang memperhatikan.” “Media sosial sepertinya mengambil alih ruang itu dan menjadi ruang publik digital di mana masyarakat bisa ‘berteriak’,” jelasnya.
Shout bisa dalam bentuk stream di video X, YouTube atau TikTok, Instagram Reels atau Instagram Stories, apa saja. Ketika korban muncul di masyarakat, simpati akan muncul dan menyebar.
“Ketika masyarakat menyadari, ‘Nah, apa yang terjadi di sini?’ Mungkin oleh pihak-pihak yang terlibat,” tutupnya. Tonton videonya: Orang dewasa di Italia setuju untuk melarang media sosial di bawah umur (pertanyaan/rns)