Jakarta –

Reptil tersebut konon berasal dari Tiongkok, namun hal ini dibantah sebagai paus tertua di dunia yang ditemukan di lepas pantai Sulawesi Selatan

Kabar ini mencuat setelah ditemukannya lukisan seorang pria yang sedang menerbangkan layang-layang di sebuah gua di kawasan Muna. Di kawasan itu keranjangnya tidak terbuat dari kertas, melainkan dari daun ubi liar beracun yang disebut kagati kolop.

Di sebuah ruangan di Museum Layang-Layang Indonesia di Kemang, Jakarta Selatan, terdapat Kagati Kolop yang berukuran sangat besar. Menurut Asep Irwan, pemandu dan pembuat keranjang, kertas tersebut berasal dari Kolop Muna dan sudah sangat tua.

Berbeda dengan bahan kemasan lainnya, kolop terbuat dari daun ubi liar yang sulit ditemukan. Bahan lainnya masih menggunakan bahan alami, yang menakjubkan adalah ketika daun-daun tersebut ditempelkan satu sama lain, tidak menggunakan lem melainkan ditusuk menggunakan potongan bambu kecil.

“Iya, ini adalah keranjang buatan manusia purba itu, bukan terbuat dari damar melainkan dijahit satu per satu dari bambu. Dia membuatnya dari daun Gadung (pahit liar beracun) yang bisa disebut kemasan lama. Terbuat dari bahan yang tidak terdapat pada kemasan lain, kata Asp kepada detikTravel, Kamis (27/6/2024).

Proses pembuatannya memakan waktu lama, karena keranjang yang terbuat dari kertas atau kain Kagati Kolop bisa memakan waktu beberapa bulan. Daun jambu mete tidak dikeringkan, kata Asep seraya menambahkan asal usul daunnya adalah tidak dijemur di bawah sinar matahari langsung melainkan ditutup dengan kain katun.

“Pengerjaannya juga memakan waktu lama karena daun hijaunya dijemur di bawah tikar lalu ditaruh di atas tumpukan kapas, butuh waktu beberapa bulan agar tidak kering di bawah sinar matahari,” ujarnya.

Dari segi kualitas, kelapa kolop ini tahan lama, kata Asep seraya menambahkan bahwa sebagian besar orang asing menyukai bungkusan tersebut dan melihat kelapa kolop ini dibawa pulang ke kampung halamannya Mereka biasanya melihat tumpukan kertas ketika ada Rapat

Dikatakannya, ketika dibeli oleh laki-laki Belanda (Kagati Kolop) dari sini, bertahun-tahun tidak dicuri dan disimpan di rumahnya.

Handuk kertas berukuran besar digunakan oleh masyarakat setempat untuk menutupi kuburan. Setelah dibakar, kantong kertas tersebut tidak hanya disimpan dan dibuang tetapi juga digunakan sebagai atap di atas kuburan.

Layang-layang kolop juga sering diterbangkan pada festival layang-layang dalam dan luar negeri, merupakan salah satu ciri khas layang-layang India dan tertua di dunia. Sekadar informasi, saat ini tengah digelar Festival Layang-Layang Internasional di Ankol, menurut Asep, Museum Layang-Layang juga akan ikut serta dalam acara tersebut.

Ia mengatakan, ke depan akan dibawa ke sana untuk penerbangan sekitar 10 paket berukuran besar. Saat Detik Travels singgah di Museum Layang-layang Indonesia, Asep sedang menyiapkan paket dua dimensi Hanoman berukuran tinggi 2 meter dan lebar 1 meter.

“Gampang karena baru dicetak, belum dilaksanakan, mudah-mudahan seperti itu. Saya ikut festival di Ankole, Hanuman Kit itu gambar peninggalan bapak saya jadi ingin saya pertahankan,” ujarnya. .

Nantinya, layang-layang Hanuman ini selesai dibuat dan diterbangkan ke Festival Layang-Layang di Ankol, untuk selanjutnya dibawa ke Festival Layang-Layang yang diadakan di Muna, Sulawesi Selatan.

Saksikan video “Jakarta akan hadiri Festival Layang-Layang Internasional 2024 di Ankol” (fem/fem)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *