Jakarta –

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan menjadi pusat perhatian. Baru-baru ini, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dibanjiri komentar negatif terhadap kasus Dana Hibah Pembelajaran Sekolah Luar Biasa (SLB)-A di seluruh Tanah Air yang ditagih ratusan crore rupee.

Terkait hal itu, Pakar Pajak yang juga Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian Pajak Pratama-Kreston, Prianto Budi Saptono menjelaskan, Bea dan Cukai sebenarnya melaksanakan hukum kepabeanan. Dasar hukumnya adalah Undang-Undang (UU) n. 17 Tahun 2006. Perubahan UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan

Kata kunci dalam berkas yang muncul di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) berasal dari kewenangan DJBC berdasarkan UU Kepabeanan. UU ini mengacu pada UU Nomor 10 Tahun 1995 yang telah direvisi dengan UU Nomor 17/ 2026. Idenya adalah setiap impor “Impor harus dikenakan pajak berupa bea masuk (BM). Impor artinya memasukkan barang dari luar daerah pabean ke dalam daerah pabean,” jelas Prianto kepada detikcom, Sabtu (27/4/2024).

Dijelaskannya, segala bentuk transaksi yang terjadi di luar daerah pabean, pihak pengimpor wajib memberitahukan barang impornya kepada Bea Cukai. Dokumen yang digunakan adalah PIB (Pemberitahuan Impor Barang) atau dokumen sejenisnya.

Selain itu, DJBC dapat melakukan pemeriksaan, pengecekan dan perhitungan terhadap BM. Nilai BM dihitung dari tarif CIF x tarif BM. CIF berasal dari Cost, Insurance, & Freight. Sedangkan tarif BM mengacu pada BTKI (Buku Tarif Bea Cukai Indonesia) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan,” jelasnya.

Jadi kasus pemberian alat SLB dan beli sepatu online di atas tidak lepas dari aturan WB yang sudah lama diterapkan, ujarnya.

Dia mengatakan, kelonggaran peralatan yang diimpor dari luar daerah pabean juga merupakan impor, sehingga bea masuk berlaku dan harus dibayar oleh pemegang konsesi dan juga importir. Sedangkan untuk kasus lain terkait pembelian sepatu impor seharga 10 juta lei namun dikenakan bea masuk sebesar 31 juta lei, ia mengingatkan akan ada denda jika ada kejanggalan.

Pembeli alas kaki online juga harus membayar BM ditambah denda paling banyak 1.000% karena BM yang dibayarkan sesuai PDB jauh lebih kecil dari penetapan DJBC. Sanksi ini mengacu pada pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2019. Importir dalam dua kasus di atas, juga “Harus ada pajak lain berupa PPN Pasal 22” (saat ini 11%).

Oleh karena itu, dia menilai tindakan Bea Cukai pada kedua kasus tersebut sudah tepat sesuai aturan. Oleh karena itu, dia mengatakan DJBC harus menyosialisasikan peraturan kepabeanan tersebut kepada masyarakat.

“Jadi tindakan DJBC sudah tepat karena sudah melaksanakan aturannya. Untuk itu DJBC perlu lebih gencar melakukan sosialisasi peraturan kepabeanan kepada masyarakat. terus dikaji,” ujarnya.

Ia juga meminta masyarakat yang melakukan impor barang mewaspadai kewajiban perpajakan yang timbul. Prianto mengimbau masyarakat tidak melaporkan harga sebenarnya barang impor.

“Selain itu, masyarakat yang melakukan impor barang juga harus mewaspadai kewajiban perpajakan yang timbul dari kegiatan impornya. Jangan melakukan praktik under-invoice sehingga melaporkan harga barang (biaya) lebih rendah dari harga sebenarnya”. menghindari denda hingga 1000%,” tutupnya. (ily/hns)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *