Jakarta –
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan pagu indikatif sebesar Rp 53,19 triliun pada tahun 2025 untuk Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Anggaran tersebut meningkat 10,01 persen dari pagu tahun ini sebesar Rp48,35 miliar.
Sri Mulyani mengatakan, jumlah tersebut termasuk 7 Badan Layanan Umum (PLU). Jika tidak memasukkan pagu indikatif BLU, maka pagu indikatif murni yang diajukan Kementerian Keuangan pada tahun 2025 adalah Rp 42,81 triliun.
“Total pagu indikatif (Kemenkeu) sebesar Rp53.195.389.273.000. Kalau BLU Rp 10,37 triliun itu terdiri dari 7 BLU di bawah Kementerian Keuangan,” kata Sri Mulyani dari Panitia XI DPR RI, Senin (10/6). / 2024).
Anggaran tersebut akan dikelola oleh 12 unit tingkat I jika disalurkan sesuai rincian fungsi masing-masing, fungsi pelayanan publik Rp48,87 miliar, fungsi ekonomi Rp251,80 miliar, dan fungsi pendidikan Rp251,80 miliar.
Anggaran tersebut akan didasarkan pada lima program utama, yang pertama adalah kebijakan fiskal dan sektor keuangan. Anggaran yang dibutuhkan untuk program ini sebesar Rp331,47 miliar untuk enam unit terkait di level I yaitu Badan Kebijakan Pajak (BKF), Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Direktorat Perimbangan Keuangan. . (DJPK), Direktorat Manajemen Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) dan Direktorat Jenderal Anggaran (DJA).
Lima kegiatan utama program ini adalah: perumusan kebijakan perpajakan dan keuangan, diplomasi dan kerja sama ekonomi dan keuangan internasional, analisis kebijakan perpajakan dan keuangan, komunikasi dan pendidikan, serta pemantauan dan evaluasi kondisi fiskal, perekonomian dan keuangan.
Program kedua yakni Program Pendapatan Negara dengan kebutuhan anggaran sebesar Rp 21,08 miliar yang tersebar di empat unit Tingkat I antara lain DJA, DJP, DJBC, dan Lembaga Terpadu Satu Pintu (LNSW).
Program ini dilaksanakan melalui lima kegiatan meliputi pelayanan, komunikasi dan edukasi, pengawasan dan penindakan, perluasan penerimaan negara, penanganan keberatan/banding/litigasi dan perumusan kebijakan administratif.
“Peningkatan penerimaan negara penting karena basis pajak kita bisa terus tergerus baik akibat upaya penghindaran pajak maupun cara kerja digital, dampak yang masih kita waspadai,” jelas Sri Mulyani.
Program ketiga, belanja negara dengan kebutuhan anggaran sebesar Rp262,06 miliar oleh dua unit tingkat I yaitu DJA dan DJPK.
Tujuan program ini juga dicapai melalui pelaksanaan empat kegiatan, antara lain pengelolaan anggaran pusat dan transfer ke daerah (TKD), komunikasi, edukasi dan standardisasi, perumusan kebijakan administrasi anggaran anggaran pusat dan TKD, serta pemantauan dan evaluasi kinerja anggaran pusat dan TKD.
Program keempat bidang perbendaharaan, kekayaan negara, dan risiko memerlukan anggaran sebesar Rp 2,64 triliun yang terbagi dalam empat unit di tingkat I, Direktorat Jenderal Keuangan (DJPb), Direktorat Jenderal Bidang Keuangan (DJPb), dan Negara (DJKN). ), DJPPR dan Audit Umum (General Audit).
Program kelima adalah Dukungan Manajemen, dengan kebutuhan anggaran sebesar Rp50,47 triliun yang didukung oleh seluruh unit Level I, untuk mencapai tata kelola yang efektif, peningkatan kapabilitas sumber daya manusia, dan pembentukan pengendalian internal. (bantuan/gambar)