Jakarta –
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DGBC) telah menindak 220 juta batang rokok ilegal. Informasi tersebut disampaikan Menteri Keuangan Pak Mulyani pada konferensi pers Kita APBN.
Aksi-aksi terus dilakukan dan pada bulan April 2024 akan ada setidaknya 4000 aksi melawan rokok ilegal.
Pada hari Senin tanggal 27/5/2024, Bapak Mulyani mengatakan: “Operasional DJBC tetap berjalan. Telah dilakukan 4000 operasi dan hasil operasi adalah 220 juta batang rokok senilai Rp 311 miliar”. ).
Pak Mulyani mengatakan, situasi ini menunjukkan bahwa sistem kepabeanan tidak hanya sekedar mengumpulkan uang, tetapi juga terdapat institusi yang kuat di sektor ini.
Secara keseluruhan, bea dan cukai meningkat menjadi Rp95,7 triliun atau 29,8% dari target APBN per April 2024. Angka ini meningkat sebesar 1,3% karena peningkatan impor luar negeri yang signifikan.
Untuk pendapatannya sendiri, totalnya mencapai Rp74,2 triliun atau 30,2% dari target APBN. Angka ini lebih rendah 0,5% dibandingkan tahun lalu. Situasi ini disebabkan oleh rendahnya pajak atas produk tembakau seiring dengan meningkatnya produksi tembakau namun terjadi perubahan.
“Pertumbuhan, tapi kenaikannya ada di kelompok harga rendah yaitu kelompok 3, kelompok 1 turun ke kelompok 2. Jadi kita lihat trennya turun, yang harga tinggi yaitu kelompok 1 turun 3%, kelompok 2 naik 14,2 % dan Grup 3 juga meningkat.
Demikian pula, bea masuk telah dikurangi sedikit. Pak Mulyani mengatakan pada April 2024 pendapatan asing mencapai Rp 15,7 triliun atau kurang dari 0,5 persen.
“Penurunan bea masuk dari 1,47% menjadi 1,35% berdampak pada penurunan pendapatan. Namun, 4 produk utama kami dikenakan bea masuk yaitu kendaraan roda 4, suku cadang mobil, serta gas alam dan sintetis.
Di sisi lain, penerapan pajak ekspor merupakan penyelamat bagi bea cukai dan pendapatan impor Indonesia. Angka tersebut mencapai Rp 5,8 triliun pada April 2024, atau meningkat 40,6% year-on-year (yoy).
Pak Mulyani mengatakan pertumbuhan menjadi 40,6 persen disebabkan oleh bea masuk yang meningkat 6 kali lipat dibandingkan tahun lalu akibat lesunya ekspor.
Sementara itu, ekspor produk minyak canola turun 68,3%, dan harga CPO Indonesia pada tahun 2024 turun 11,16% dari US$911 menjadi US$809 per MT. Ekspor juga turun 11,36% dari 12,9 juta ton menjadi 11,8 juta ton.
Jadi kalau minyak, keduanya terdampak, volume dan harga turun. Volume turun 11,36% dan harga turun 11,11%, tutupnya.
Tonton juga video: Pendekatan Baru Anti Narkoba di RI: Alat Dasar, Bukan Impor Jadi
(sst/hns)