Jakarta –
Lembaga swadaya masyarakat Forum Warga Kota Indonesia (FAKTA) menyoroti jumlah anak perokok di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, pada tahun 2018 jumlah perokok anak usia 10-19 tahun sebanyak 9,1 persen. Jumlah ini naik dari 7,2 persen pada tahun 2013.
FAKTA Sekretaris Jenderal RI Tubagus Haryo Karbyanto mengatakan tingginya angka perokok anak disebabkan karena aksesnya yang sangat mudah. Berawal dari harganya yang murah, masyarakat membeli rokok Catengan.
“Rokok masih bisa sangat murah, apalagi jika kita melihat kebiasaan penggunaan rokok, dimana anak-anak secara tidak sengaja membeli rokok,” kata Tubagse pada tahun 2024. Pada Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rekerkėsnas), ICE BSD, Kabupaten Tangerang, Rabu (24//24). 2018) mengatakan. 4/2024).
Menurut Tubagus, untuk mengurangi jumlah perokok, khususnya anak-anak, diperlukan upaya yang “mempersulit” pembelian rokok, seperti menaikkan harga. Menurut Tubagus, aturan pembelian rokok juga perlu ditegakkan. Berapa harga yang tepat?
“Saya kira bertahun-tahun yang lalu (2016), Profesor Hasbullah Thabrani, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, melakukan survei yang menghasilkan 50.000 orang. IDR yang membuat saya bertanya-tanya apakah saya bisa membelinya dengan harga itu. uangnya seperti rokok, apakah bisa diubah menjadi 2 kilogram telur,” kata Tubagus.
“Nah, kalau memperhitungkan inflasi dan sebagainya, mungkin di Australia satu paket harganya Rp 100 ribu. Mungkin kalau kita kenakan Rp 75 ribu, orang akan mulai ‘bergidik’,” lanjutnya.
Menurut Tubagus, selain mendorong harga rokok, perlu dilakukan pengaturan batas bawah harga rokok. Menurutnya, hal ini perlu dilakukan guna mencegah munculnya produk-produk yang belum sulit dibeli oleh perokok muda atau anak-anak. Saksikan video “Kementerian Kesehatan tentang Regulasi Rokok Elektrik di Indonesia” (avk/kna)