Jakarta –
Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebut barang impor dari China akan dikenakan pajak jumbo. Hal itu dilakukan untuk mengatasi membanjirnya impor dari Negeri Tirai Bambu.
Jika pajaknya sampai 200%, Budi Santoso, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, mengatakan tidak menutup kemungkinan besaran pajak tersebut.
“Iya bisa (200%), tergantung hasil penyidikan. Kita tunggu dan masih berjalan,” ujarnya kepada detikcom, Sabtu (29/6/2024).
Menurut Budi, saat ini sedang dilakukan penyelidikan Komite Keamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) terhadap banjir impor dari China tersebut. Setelah pemeriksaan selesai, pajak atau bea masuk akan ditetapkan melalui Tindakan Pengamanan Bea Masuk (BMTP).
Faktanya, saat ini sedang dilakukan penyelidikan oleh KPPI, setelah prosesnya selesai, bea masuk akan segera ditetapkan melalui mekanisme BMTP, jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) juga menegaskan pemerintah akan memperketat masuk atau impor keramik dari luar negeri. Suatu saat memberlakukan pajak yang besar terhadap impor keramik.
“Kementerian Perdagangan juga mengenakan tarif terhadap impor keramik rumah tangga atau barang lainnya. Oleh karena itu, dikenakan pajak. Kalau dari luar harus memenuhi standar SNI. Pajak yang tinggi tidak akan mengganggu industri keramik dalam negeri,” kata Zulhas. di Purwakarta, Jawa Barat pada Jumat (21/7/2024) dalam pertemuan dengan pelaku usaha kecil dan menengah.
Zulhas mengatakan, di Surabaya, ia memusnahkan keramik asal China yang tidak memenuhi standar nasional Indonesia (SNI). Total keramik yang tidak memenuhi syarat sebanyak 4,7 juta keramik dan nilainya Rp 80 miliar.
Terkait penyidikan, Ketua KPPI Franciska Simanjuntak mengungkapkan, penyidikan berdasarkan permintaan perpanjangan penyidikan yang diajukan oleh berbagai Asosiasi Industri Keramik Indonesia (ASAKI).
Dia juga menjelaskan, pemeriksaan dilakukan karena ditemukan impor ubin keramik berdampak pada produk dalam negeri.
“Dari bukti permulaan permohonan perpanjangan masa penyidikan, diketahui KPPI mengalami kerugian besar atau berisiko mengalami kerugian besar dan penyesuaian struktural yang dilakukan belum maksimal,” ujarnya. Francisca, dalam keterangannya, dikutip Rabu (26/6/2024). (memiliki/memiliki)