Bandung –
Pada tahun 1998, sejarah kelam terjadi di Indonesia. Penjarahan terjadi dimana-mana. Bahkan makam Tionghoa juga menjadi sasaran.
Kerusuhan tahun 1998 menyebabkan penjarahan di toko-toko dan pusat perbelanjaan di pusat kota. Tak hanya itu, dampak krisis keuangan (Krismon) saat itu juga menyebabkan warga melakukan perampokan makam. Mengapa warga begitu bersemangat merampok makam Tionghoa?
Di TPU Cikadut yang notabene merupakan kuburan Tionghoa, banyak warga yang merampas tiang besi dan pagar yang dipasang di atas kuburan untuk dijual.
Tak hanya itu, oknum warga merobohkan batu nisan, lantai bahkan marmer yang ada di dalam makam. Kisah kelam ini diceritakan oleh Hussein, seorang Tionghoa warga kota Bandung.
“Pagar kuburan tempat ditemukannya jangkrik dijarah, ukirannya dari kuningan, dijual. Saat itu krisis, bukan lantai, batu nisan, atau kelereng besar,” kata Hossein.
“Sungguh menakutkan saat itu, sampai makamnya dijarah,” tambah Hussain.
Hal senada juga diungkapkan Sukanto Ali Winoto dari Indonesia China Media Forum. Kerusuhan tahun 1998 berdampak besar terhadap kondisi perekonomian warga hingga kuburan tidak lagi menjadi sasaran penjarahan.
“Tahun 1998 pernah terjadi penjarahan, pagar, keramik, granit, bahkan nisan digeledah,” ujarnya.
Menurut Sokanto, hal serupa tidak hanya terjadi di TPU Cikadut, tapi juga di Tiong Teng, Kecamatan Kalitanjung, Cirebon.
“Besi diperjualbelikan, keramik dan granit dipotong dan ditempatkan di rumahnya,” ujarnya.
Parahnya lagi, makam-makam Tionghoa dibongkar dan digali karena dianggap menyimpan banyak harta karun yang dibawa oleh penduduk yang telah meninggal dan terkubur.
“Tidak, ini salah, orang Tionghoa yang dikuburkan itu tidak membawa perhiasan emas, mereka tidak membawanya, mereka tidak mengerti apa yang sedang digali, memang ada sisa-sisa pakaian dan barang kesayangannya seperti kacamata, tapi tidak ada. perhiasan di sana,” jelasnya.
Sukanto mengatakan, alasan warga menjarah kuburan Tionghoa tak lain karena masalah ekonomi yang saat itu sedang gejolak dan masyarakat yang tidak sabar terdorong untuk mencuri demi mendapatkan uang.
“Ada juga yang melakukan pengeboran, tidak ada gunanya,” imbuhnya.
Sejak kejadian itu, ketika seorang warga negara Tiongkok meninggal, mereka memilih untuk dikremasi demi alasan keamanan.
“Dibakar karena dikhawatirkan kalau dikubur akan terjadi penjarahan atau pungli,” ujarnya.
Meski demikian, masih banyak masyarakat Tionghoa baik di Sirbon maupun Bandung yang memilih pemakaman langsung. Namun banyak juga yang memilih untuk dikremasi.
——
Artikel ini dimuat di detikJabar. Saksikan video “Sejarah Terbentuknya Bahasa Indonesia” (wsw/wsw)