Surakarta –

Kampung Batik Kouman Solo sedang viral di media sosial. Desa ini memiliki perbedaan yang unik dengan sejarahnya.

Daerah tersebut sekarang penuh dengan orang asing yang dapat diabadikan di setiap sudut. Tak hanya menjadi sentra batik, namun juga menjelma menjadi salah satu referensi populer wisatawan jalan kaki di kota Kouman Liwet. Namun ternyata desa ini mempunyai sejarah yang panjang lho.

Lokasinya yang strategis berada di dekat Jalan Slamet Riad dan mudah diakses. Apalagi luasnya tidak terlalu besar, hanya 0,196 kilometer persegi. Berjalan saja membuat penjelajahan tidak terlalu melelahkan dan melelahkan.

Sesuai dengan namanya, Kouman merupakan pusat perbelanjaan batik yang sudah ada sejak zaman Kerajaan Kasunan Surakarta Hadiningrat. Konon di sinilah para elite keraton Solo mendapatkan batik khasnya.

“Dulu Kouman punya industri batik dalam negeri, tapi dulu kami menyuplai kebutuhan Kraton.” Humas Batik Gunawan Anita (33) mengatakan, dirinya bertemu Detiktravel beberapa waktu lalu.

Diketahui, Kouman dulunya merupakan kampung tempat para santri dan ulama mengajar di Masjid Agung Surakarta. Kemudian istri-istrinya menyelesaikan pekerjaan membatik. Batik akhirnya dibagikan kepada para bangsawan, raja dan kerabat mereka di keraton Kasunan dan Mangkunegaran. Dari situlah Kouman menjadi kampung batik.

Sejak tahun 2006, Kouman ditetapkan sebagai Desa Wisata Batik di Solo. Awalnya kawasan ini hanya sekedar industri rumah tangga dan bukan showroom. Namun setelah batik dikenal luas oleh masyarakat dan akhirnya disetujui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda, perkembangannya semakin modern.

Anita mengatakan, pada masa kepemimpinan Wali Kota Jokowi, sudah ada perintah pembentukan Perkumpulan Desa Wisata Batik Kouman dan Lawayan. Perkumpulan ini diisi oleh warga sekitar serta pelaku industri batik lokal. Kemudian mereka merenovasi eksterior dan interior desa untuk menarik wisatawan.

Sebelumnya, ada sekitar 100 toko batik yang bernaung di dalamnya. Namun seiring berjalannya waktu, banyak toko yang harus tutup atau melakukan perubahan bisnis agar bisa bertahan. Anita menilai minimnya penerus bisnis pada generasi muda menjadi penyebab utama hal tersebut.

Kouman kini semakin lengkap dengan hadirnya restoran dan kafe sebagai tempat wisata kuliner. Jadi, tak sekadar jalan-jalan, traveler bisa menikmati satu kali makan sederhana di sini. Selain itu, Kouman juga menawarkan pengalaman membatik tangan dan membatik cap.

Maraknya media sosial berdampak besar pada Kouman. Hanya para kolektor dan pejabat batik saja yang akhirnya mengetahui keberadaan harta karun tersebut. Kini, anak muda berbondong-bondong datang ke Kouman hanya untuk mencari spot foto Instagramable.

“Sebenarnya kita banyak terbantu dengan generasi baru yang sekarang sangat kreatif. Jadi FYP ada dampaknya. Minimal ramai meski hanya sekedar gambar,” kata Anita.

Menurut Anita, mereka yang datang diterima dengan baik oleh warga Kouman. Meski hanya sekedar berkunjung, wisatawan yang berkunjung turut “meningkatkan” MME kuliner masyarakat setempat. Selain itu, tidak ada biaya masuk untuk tur ini. Anita mengatakan, hal itu sengaja dibiarkan agar desa bisa berjalan seperti biasa.

Respon terhadap penjualan batik juga positif. Anita memahami batik yang dijual berkualitas dan sudah memiliki pasar tersendiri. Jadi akan terasa mahal bagi beberapa kelompok.

“Kita harus pintar-pintar mengolahnya, Kak. Mereka sudah ada peluang untuk datang, makanya kita tawarkan menu-menu yang sesuai dengan budget mereka. Seperti makanan enak atau baju batik untuk anak muda yang juga pas dengan kantongnya,” kata Anita.

Meski demikian, para pelaku industri batik Koumane tidak tinggal diam saja. Melihat kemajuan saat ini mereka mulai beradaptasi. Batik kouman sudah mulai merambah dunia digital. Marketplace melakukan pemasaran online melalui aplikasi dan bahkan live streaming.

Anita mengatakan pemerintah dan swasta bekerja sama untuk membantu batik Kouman menjadi populer dan berkelanjutan. Mulai dari pelatihan digital di TikTok, pemasaran online melalui akun media sosial pemerintah, hingga menjadikan Kouman sebagai desa percontohan. Saksikan video “Enaknya Sarapan di Kolam Renang Sendirian” (fem/fem)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *