Bandung –
Seorang wanita Jepang terlihat sangat santai saat menari Jaipong. Dia adalah Shizuka, warga Sakura yang mencintai budaya Sunda. Cerita apa?
Shizuka Hayashi (31) asal Jepang mengikuti pertunjukan tari Jepang bertajuk “Ciwalk Menari” di Cihampelas Walk (Ciwalk) Bandung pada Minggu, 28 April 2024.
Shizuka adalah salah satu dari lima penari dari Jepang. Selain Shizuka, ada Satoko, Aya, Mitiko, dan Niki.
Kelimanya betah banget di Bandung. Beberapa di antaranya sudah lama tinggal di Bandung. Mereka menemukan teman di ibu kota Jawa Barat.
Shizuka adalah salah satunya. Dia tinggal di Tseket selama 15 tahun. Ditemukan juga oleh seorang teman di Bandung. Pasangan ini kemudian menetap di Baru Parahyangan, Provinsi Bandung Barat (KBB).
“Saya tinggal di Bandung selama 15 tahun, kemudian saya bertemu dengan Bu Iya (Pemilik Sanggar), saya belajar tari selama 10 tahun, kemudian saya menikah, hamil, punya anak, dan mengambil cuti beberapa tahun. ah, lalu, Aku kembali ke pesta dansa,” kata Shizuka.
Sudah lama tinggal di Indonesia, Shizuka bisa menggunakan bahasa Indonesia, namun kemampuan bahasanya masih terbatas. Ia mengaku awalnya terkejut dengan betapa kayanya budaya Indonesia.
Bertemu Putri Ayu di sanggar tari membuatnya merasa menemukan hobi baru. Ia tertarik mempelajari tari dan budaya Sunda lainnya.
“Saya suka tari Jaipon. Saya ingin belajar budaya di sini. Dari segi tari dan musik tradisional, menurut saya tari Jaipon sangat menarik,” ujarnya.
“Di sanggar ditambahkan gerak dan musik modern, sehingga tariannya kreatif, semakin meningkat, dan selalu ada yang baru,” lanjutnya.
Shizuka mengaku tertarik mempelajari Jaipon karena gerakan dan kostumnya yang lucu. Menurutnya, bagian tersulit dalam tari Jaipon adalah gerakan tubuh yang luwes, mulai dari gerakan kaki, badan, leher, dan lengan.
“Mempelajari cara menggerakkan lengan, kaki, posisi tubuh, dan leher sangatlah sulit, apalagi menggabungkan gerakan dengan musik,” kata Shizuka.
Ia kemudian menyebarkan kecintaannya terhadap budaya Indonesia, khususnya bahasa Sunda, kepada teman-temannya. Namun komitmen Shizuka dalam mengeksplorasi budaya Indonesia tidak hanya terbatas pada diaspora Jepang saja.
Selain itu, perempuan bernama Reffa asal Garut menikah dengan bule Jepang. Belakangan, ia bertemu dengan rekan-rekan penari asal Jepang dan terkesan dengan keinginan mereka untuk mendalami budaya Indonesia.
“Teman-teman Jepang saya sangat menyukai budaya saya, sehingga mendorong saya untuk belajar. Sebenarnya saya suka tari Jaipong dan musik Sunda lainnya. Indah sekali. Tapi saya sulit untuk bergerak,” ujarnya. Semangat Indonesia Luar Negeri wisatawan melestarikan budayanya
Pimpinan Sanggar Putri Ayuu sekaligus penyanyi Iya Rismayati mengatakan, tidak mudah melestarikan budaya Indonesia. Hal ini menjadi tantangan tersendiri, tidak hanya bagi wisatawan namun juga bagi warga negara Indonesia (WNI).
Masyarakat Indonesia tidak ingin mengetahui budaya negaranya. Sedih sekali, karena Iya memang mendapat banyak inspirasi dari luar negeri.
Padahal, sudah puluhan tahun menjadi “rumah” bagi wisatawan mancanegara yang ingin mempelajari budaya Indonesia.
“Saat saya pertama kali diwisuda pada Mei 1990, saya ditugaskan untuk mengadakan kelas tari bagi orang asing yang tinggal di Bandung, dan saya juga memberikan pelajaran kepada wisatawan dari Afrika dan India,” tutur perempuan jebolan UPI dengan gelar sarjana tari itu pendidikan.
Wisatawan Jepang sangat antusias. Mereka sangat senang dan antusias. Jadi saya senang sekali dengan orang Sunda, saya tidak menyangka akan begitu menyukai budaya kita. Mengapa bangsa kita kalah.
Tari Jaipon menjadi tarian favorit masyarakat Jepang di Bandung. Sanggar tari tidak hanya mengajar pelajar asing, tetapi juga mengajar kelas tari dari berbagai usia.
Dia telah melatih lebih dari 1600 siswa. Murid-muridnya telah mencapai berbagai tingkat keberhasilan. Dari kompetisi nasional dan internasional, Malaysia hingga Amerika.
—
Artikel ini muncul di detikJabar. Saksikan video “Melampaui Tato Mentawai” (wsw/wsw)