Jakarta –

Indonesia akan memperkenalkan sistem perpajakan baru, khususnya Sistem Administrasi Pajak Inti (CTAS). Menteri Keuangan Shri Mulyani Indrawati mengatakan sistem tersebut diharapkan sudah bisa diterapkan pada Desember 2024.

Pak Mulyani dan jajarannya menjelaskan sistem perpajakan IT baru ini kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) hari ini di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat.

“Hari ini kami sudah menginformasikan kepada Presiden mengenai rencana soft launching sistem dasar perpajakan yang diharapkan selesai pada Desember tahun ini,” jelas Mulyani, Rabu (31/7/2024).

Menurut Pak Mulyani, sistem perpajakan dasar akan meningkatkan otomatisasi dan digitalisasi seluruh layanan administrasi. Menurut dia, sistem ini akan memudahkan masyarakat, misalnya pengisian SPT akan lebih mudah karena semua data akan terhubung secara otomatis dan digital.

“Wajib Pajak akan bisa melayani mandiri dan mengisi SPT secara otomatis. Transparansi rekening wajib pajak akan lebih meningkat,” kata Pak Mulyani.

Selain itu, wajib pajak juga mudah melihat segala informasi mengenai kewajiban perpajakannya. Wajib Pajak mendapatkan pandangan 360 derajat atas seluruh informasi perpajakan melalui layanan yang cepat, akurat, dan real-time.

Pengawasan perpajakan yang lebih baik: Melalui sistem perpajakan baru ini, pemerintah akan memfasilitasi pengawasan penegakan hukum yang akurat dan adil. Menurut dia, Direktorat Jenderal Pajak akan mendapatkan informasi yang lebih terpercaya selama melakukan pengawasan.

Pada akhirnya, kepatuhan pajak negara dapat ditingkatkan karena semua informasi mudah diakses. Kemungkinan penghindaran pajak diyakini akan berkurang. R.

“DJP akan memiliki informasi yang dapat diandalkan, jaringannya akan terintegrasi dan mampu mengambil keputusan berdasarkan pengetahuan dan informasi. Hal ini akan berdampak pada kepatuhan dan kepatuhan wajib pajak yang lebih baik,” kata Pak Mulyani.

Selain itu, pemerintah juga diyakini bisa meningkatkan porsi pajak Indonesia. Selama ini, sebagai negara besar, tarif pajak Indonesia tergolong rendah, dan rasio penerimaan pajak terhadap PDB pada tahun 2023 sebesar 10,21%, dibandingkan 10 tahun terakhir yang hanya 10%.

“Sistem ini akan dengan mudah meningkatkan penerimaan pajak negara,” jelas Pak Mulyani.

Terakhir, pihaknya melakukan berbagai pengujian menggunakan 21 modul proses bisnis, mengubah cakupan pemberian layanan serta pengumpulan dan analisis data pelacakan. Pihaknya juga mempunyai kendali langsung atas pembentukan sistem utama perpajakan melalui penegakan hukum untuk memastikan berfungsinya pemerintahan dengan baik.

“Arahnya, mulai dari pengadaan hingga pembangunannya diawasi oleh aparat penegak hukum, dalam hal ini Kejaksaan Agung, KPK, berbagai instansi seperti BAPENAS, LCPP, BPKP untuk pengelolaannya. Perkembangan perpajakan yang besar bisa terlindungi dengan baik,” pungkas Pak Mulyani. (r/r)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *