Jakarta —
Badan Pangan Nasional (Bapanas) menggalakkan diversifikasi pangan melalui program makanan bergizi gratis yang diusung Presiden terpilih Prabowo Subianto. Menurut mereka, beras tidak boleh menjadi satu-satunya sumber protein dalam program ini.
Kepala Bapan Arif Prasetyo Adi mengatakan program makan gratis bergizi harus menggunakan pendekatan pangan lokal. “Dengan begitu, keberagaman konsumsi pangan bisa digalakkan, misalnya sumbernya berbasis karbohidrat, tidak hanya nasi, karbohidrat, tapi juga pangan lokal,” kata Arif di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat. Senin (26/8/2024).
Beberapa pangan lokal yang diyakininya bisa dijadikan pengganti nasi adalah singkong, sagu, jagung, dan singkong. Jenis pangan yang berbeda-beda bisa disesuaikan dengan ketersediaan masing-masing daerah, ujarnya.
Jika 10% hingga 20% sumber protein dalam program makan gratis bergizi berasal dari pangan lokal, Arief menilai hal tersebut merupakan tanda keberhasilan pemerintah dalam mendiversifikasi pasokan pangan melalui program tersebut. “Kalau dimasukkan misalnya 5%, 10%, 20% (dari total jumlah pangan dalam program gizi gratis, diversifikasi pangan, atau program gizi), maka kita berhasil melakukan diversifikasi konsumsi,” ujarnya. .
Di sisi lain, berdasarkan diskusi pihaknya dengan seluruh pemangku kepentingan industri pangan seperti ilmuwan dan pimpinan industri pangan nasional, Arief mengatakan sumber protein dalam program pangan bebas gizi tidak harus daging merah seperti daging merah. daging sapi dan kambing.
Menyesuaikan ketersediaan di berbagai daerah, kata Arif, masyarakat juga bisa diimbau untuk mengonsumsi daging putih seperti ayam dan ikan. Terkait produk ikan, dia menjelaskan, banyak terdapat di wilayah Indonesia bagian timur.
“Sumber protein, apakah masyarakat di Indonesia Timur yang banyak ikannya harus makan daging merah? Kenapa tidak makan ikan tenggiri, tongkol, tongkol, tuna, sumber protein, atau lebih baik dikatakan daging putih, itu diversifikasi. konsumsi,” jelasnya.
Arief juga menjelaskan, pihaknya siap berperan sebagai pembeli, yakni pembeli dari produsen lokal yang akan mengikuti pelaksanaan program gizi gratis.
Agar program tersebut berhasil, Arief mengatakan harus ada sinergi antara industri pangan hulu dan hilir. “Iya pak, jadi produksi dan pengolahannya harus saling terkait. Jangan hanya memikirkan produksi, Rp 68 triliun (usulan anggaran tambahan Kementerian Pertanian tahun 2025) bisa didapat hanya dengan berproduksi,” jelasnya. (kil/kil)