Jakarta –
Pada Minggu (20/10/2024), Prabowo Subianto memberikan pidato pertamanya setelah dilantik menjadi Presiden RI, salah satunya tentang sumber daya alam yang melimpah. Profesor Azril Azhari, Ketua Umum Ikatan Ilmuwan Pariwisata Indonesia, memberikan sejumlah rekomendasi agar sumber daya alam yang melimpah tidak terbuang percuma.
Berikut sebagian pidato Presiden Prabowo.
“Tantangan dan ancaman yang dihadapi bangsa Indonesia di dunia tidaklah mudah. Kita memahami bahwa anugerah yang diberikan Yang Maha Kuasa kepada kita sangatlah besar. Kita mempunyai banyak tanah dan kekayaan. Kita memahami bahwa sumber daya alam ini terdiri dari alam .sumber daya yang sangat penting bagi kehidupan manusia di abad ke-21 dan seterusnya.
Namun di tengah semua anugerah tersebut, dengan dilatarbelakangi kelebihan yang kita miliki, kita harus menghadapi masa depan dengan penuh optimisme, namun juga berani melihat tantangan, hambatan, ancaman dan kesulitan yang kita hadapi. Saya selalu mengajak saudara-saudara sebangsa dan setanah air untuk menjadi bangsa pemberani, bangsa yang tidak takut dengan tantangan, bangsa yang tidak takut akan rintangan, bangsa yang tidak takut akan ancaman.”
Kelimpahan sumber daya alam tidak lagi sebanding dengan jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 280 juta jiwa, sehingga Indonesia harus menghitung strategi agar kekayaan sumber daya alamnya tercukupi.
Azril meyakini kekayaan yang ada bisa maksimal karena Presiden Prabowo sangat memahami potensi yang dimiliki Indonesia, dan ia berharap pemahaman tersebut juga dimiliki oleh jajaran Kementerian Pariwisata.
Merujuk pada jajaran kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo khususnya di bidang pariwisata, tidak hanya sekali dua kali dimintai masukan mengenai pengembangan pariwisata Indonesia, namun masukan yang diberikan belum sepenuhnya terealisasi dalam pelaksanaannya.
Dia mencontohkan desa wisata. Usulan ini diimplementasikan dalam Indonesia Tourism Village Award (ADWI) yang merupakan penghargaan bagi desa yang mengembangkan pariwisata dengan kriteria tertentu yang dinilai oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Proyek tersebut berhasil menghidupkan kembali perekonomian yang hancur akibat wabah penyakit yang menyebabkan matinya pariwisata.
Apa yang disampaikan Presiden Prabowo sangat bagus. Benar, tapi rombongannya tidak mengerti, kata Azril kepada detikTravel, Senin (21/10).
“Desa wisata itu hasil diskusi dengan saya, destinasinya bukan sekedar destinasi tapi dikembangkan dari bawah, dari desa,” ujarnya.
Sayangnya, orang-orang di sekitar Pac Sandiaga tidak mengerti dan tidak akan mengerti, sekarang sama saja (Prabovo ed.), kata Azril.
“Jadi yang berhasil hanya ADWI, tidak digabungkan dengan program lain seperti spa kesehatan malah dikembangkan oleh Thailand dan kita kalah dari Thailand padahal kita lebih potensial di bidang rempah-rempah.”
Selain sebagai destinasi wisata kesehatan, rempah-rempah juga mempunyai potensi wisata sejarah. Rempah-rempah Indonesia banyak diminati oleh negara-negara Eropa.
“Kita pernah dijajah Portugis dan Spanyol pada abad ke-15, mereka membawa rempah-rempah kita untuk diperdagangkan. Perusahaan Belanda Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) mendengarnya,” ujarnya.
VOC adalah blok perdagangan Belanda yang memonopoli perdagangan di Asia. Mereka menginjakkan kaki di Indonesia pada tahun 1602.
Setelah Timur Tengah yang mulai menggarap pariwisata Jalur Sutra, seharusnya Indonesia bisa mewujudkan wisata rempah-rempah. Apalagi potensi produksi rempah-rempah di Indonesia bagian timur sudah diakui dunia.
“Wisata jalur rempah kita juga bagus untuk dikembangkan. Itu gudang cengkeh, gudang itu bisa jadi benteng. Kita balik saja dan tanam cengkeh lagi, industrinya milik kita,” ujarnya.
“Semua rempah-rempah tumbuh di Maluku, apalagi rempah-rempah tersebut kaya akan antioksidan. Kaitannya bisa untuk wisata kesehatan dan wisata kuliner,” imbuhnya.
Wilayah timur Indonesia merupakan penghasil cengkeh dan lada terbesar, sedangkan kayu manis berasal dari Sumatera. Dengan survei berkala dan ekstraksi sumber daya, Indonesia harus mampu mengembangkan model pariwisata ini.
“Kalau ini berkembang, pariwisata kita akan berubah, sungguh, sangat, sangat berubah,” ujarnya.
Terkait wisata kesehatan, Azril menjelaskan kelemahan Indonesia dari segi pangan.
“Masalah pangan dan energi adalah bidang saya. Pangan kita tidak hanya beras tapi juga sagu. Di Indonesia bagian timur, sagu banyak ditemukan di wilayah Maluku, di sebagian Sulses, di sebagian Sumatera, dan di sebagian Riau,” tuturnya.
Dalam pemaparannya, Azril menyampaikan bahwa 80% sagu dunia berasal dari Indonesia. Anehnya, negara yang berhasil menanamnya adalah Malaysia dan Thailand yang mengimpor sagu dari Kepulauan Riau.
“Sagu sudah dinyatakan sebagai makanan dunia. Saya sudah melakukan penelitian dan terbukti bisa dijadikan nasi, mie bahkan sate. Rasanya mirip sekali dengan daging,” kata Azril.
Saat ini, negara-negara Eropa mulai beralih dari tepung karena kandungan glutennya yang tinggi, sedangkan sagu merupakan pengganti yang potensial karena bebas gluten. Namun, Indonesia justru mengimpor tepung untuk diolah dan diekspor kembali.
“Presiden Jokowi bilang di hilir, betul. Tapi jangan hanya pertambangan saja, pariwisata dan pangan juga,” ujarnya.
Azril telah terdaftar sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) selama 30 tahun. Selama itu pula ia telah melakukan penelitian ekstensif mengenai pariwisata dan hubungannya dengan kesehatan, pangan, dan energi terbarukan, yang bermanfaat bagi pasien kanker, autoimun, dan diabetes.
“Pak Prabowo, Indonesia kaya banget. Belum ada yang menemukan apa-apa,” ujarnya. Tonton videonya. Prabowo uji coba kombinasi sambil mengecek hasil panen padi di Meruke” video (bnl/fem)