Denpasar –

Wisatawan Bali menderita masalah negatif. Bali dinilai lalai dalam mengeluarkan izin pembangunan hotel bahkan penebangan batu di Uluwatu. PHRI Bali pun membatalkan pilihannya.

Bali, salah satu destinasi wisata terpopuler, kini banyak mendorong pembangunan fasilitas akomodasi, seperti hotel dan villa.

Namun yang mengkhawatirkan adalah pembangunan hotel yang sudah terlanjur dibangun di atas gunung tersebut. Aksi potong batu ini viral di media sosial dan menuai kecaman dari warganet.

Prof.Dr. Kata Drs. Di Putu Anom, M.Par, Guru Besar Pariwisata dan Pariwisata Universitas Udayana mengatakan, pembangunan hotel yang dilakukan dengan cara pemotongan batu akan berdampak negatif terhadap lingkungan dan alam Bali.

“Saya perhatikan banyak sekali bangunan dan izin yang dikeluarkan terkait pembangunan hotel, khususnya di Bali Selatan. Tapi pembangunannya di pantai, sungai, atau di pinggir sungai. Jadi, bisa merusak alam, atau bagaimana. salah,” kata Anoma.

Direktur Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Bali, IB Purwa Sidemen, S.Ag., M.Si., mengatakan selama pembangunan hotel sesuai dengan izin, dan pembangunan itu bekerja dengan baik. , konstruksi tidak akan menjadi masalah. Namun aktivitas pemotongan batu ini meresahkan masyarakat awam.

“Asalkan syarat yang ditetapkan pemerintah terpenuhi, karena informasi dari website sudah mendapat persetujuan, tapi ada juga kekuatan alam, tidak boleh diperhitungkan, jadi batu yang digunakan. hingga dipotong. Masyarakat khawatir,” kata Purwa.

Menurut Purwa, pembangunan hotel tersebut dilakukan dengan cara pemotongan batu pada hotel-hotel di kawasan Nusa Dua dan tempat lain yang kawasannya serius. Selama ada izin, dan pembangunannya dilakukan sesuai izin, tidak ada masalah.

“Selama izin tersebut dilaksanakan dengan baik, seharusnya tidak menjadi masalah, kecuali ada indikasi dapat berdampak buruk karena pelanggaran peraturan bisa menjadi masalah,” kata Purwa.

Kalau dilihat dari segi regulasi, faktanya besar dan lengkap. Namun menurut Purwa, yang terpenting adalah bagaimana melihat atau mengatur undang-undang yang ada.

“Kalau bicara regulasi, kita di Indonesia sudah jelas, undang-undang apa yang kita cari pasti akan datang.

Misalnya, dalam undang-undang perhotelan, sebuah hotel harus memenuhi Standar Bisnis Pariwisata yang disebut Standar Bisnis Berbasis Risiko. Menurut Purwa, hanya 15% hingga 20% hotel yang memenuhi standar tersebut.

“Kalau hotel, hotelnya harus memenuhi standar Bisnis Pariwisata, seperti standar bisnis berbasis risiko, saya salah satu auditornya, tapi hanya 15% hingga 20% yang terpenuhi, meski akan ada sanksinya. ., jelas Purwa.

“Jadi kalau bicara regulasi saja sudah cukup. Tapi kembali ke penertiban, apakah itu pelanggaran atau tidak, itu sebenarnya tanda tanya,” imbuhnya.

Purwa menginformasikan, dalam setiap pembangunan, menjadi tanggung jawab pemerintah untuk melaksanakan ketertiban, mulai dari awal hingga akhir pembangunan. Jika pengelolaannya tidak dilakukan dengan baik, kelestarian alam dan masyarakat tentu akan dikorbankan.

“Ini menjadi pengingat untuk waspada dan lebih terkendali, pemerintah harus mengambil kendali dari awal hingga akhir pembangunan, jika tidak dilakukan dengan baik maka kita dan alam akan dirugikan,” saran Purwa. Saksikan video “Sandiaga Ungkap Hanya 40% Turis Asing di Bali yang Bayar Pajak” (wsw/wsw)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *