Jakarta –

Kabinet Merah Putih periode 2024-2029 resmi dilantik pada 21 Oktober 2024. Beberapa menteri pun mengutarakan prioritasnya, seperti Menteri Pariwisata Widiyanti Putri yang menekankan pentingnya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan pariwisata sebagai motor penggerak. untuk perekonomian inklusif.

Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran pun mengatakan tantangan pariwisata bukan hanya soal sumber daya manusia saja, melainkan lebih besar lagi. Apalagi terkait regulasi dan birokrasi yang kerap menghambat pelaku usaha.

Regulasi harus menjadi fokus program 100 hari pemerintah baru dan Kementerian Pariwisata harus lebih dari sekedar promosi. Industri harus sehat terlebih dahulu untuk menarik wisatawan dan mengembangkan destinasi, jelas Maulana dalam keterangannya, Selasa. (22/10/2024).

Salah satu permasalahan yang disorotinya adalah adanya Online Travel Agent (OTA) asing yang tidak memiliki Badan Usaha Tetap (PE) di Indonesia sehingga tidak membayar pajak dan merugikan industri dalam negeri.

“Perusahaan asing ini tidak punya NPWP, sehingga industri lokal kena pajak 20%. Itu beban besar,” ujarnya.

Dia menjelaskan, OTA asing tidak membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11% seperti yang disyaratkan penyedia jasa di Indonesia. Padahal, sesuai aturan perjalanan, komisi yang diterima OTA luar negeri bisa mencapai 18%. Mereka juga tidak dikenakan pajak komisi 1,1%.

Dikatakannya, hal ini dikarenakan OTA luar negeri tidak memiliki MEN sehingga akhirnya menyebabkan mereka gagal membayar pajak dan membelanjakannya untuk hotel. Selain itu, OTA asing kerap melanggar perjanjian kontrak dengan hotel.

Belum lagi OTA luar negeri yang menggunakan strategi “money moving” dengan memberikan diskon besar-besaran untuk menarik pelanggan. Meskipun hal ini tampaknya menguntungkan wisatawan, pada kenyataannya rezim ini merugikan pendapatan hotel lokal dan penyedia layanan pariwisata.

Pelamar asing ini mengenakan harga yang sangat rendah pada lamaran mereka, sehingga memaksa hotel untuk mengikutinya. Menurutnya, dalam jangka panjang strategi ini akan berdampak pada kelangsungan usaha lokal di sektor pariwisata.

Selain itu, mereka juga menerapkan parity rate yang membuat hotel tidak mungkin menjual dengan harga lebih rendah dari yang mereka tetapkan. Kami tidak punya pilihan karena mereka menguasai pasar digital, ujarnya.

Di sisi lain, mahalnya harga tiket pesawat juga menjadi kendala mobilitas wisatawan domestik. Menurut Maulana, pemerintah harus segera mengkaji ulang harga tiket pesawat untuk meningkatkan kunjungan wisatawan domestik.

“Mahalnya harga tiket pesawat sangat mengkhawatirkan. Pemerintah harus menilai permasalahan ini, karena mobilitas wisatawan menjadi kunci suksesnya program pariwisata dalam negeri,” jelasnya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Biro Perjalanan Wisata Indonesia (Asita), Budijanto Ardiansjah, juga menekankan pentingnya pemerintahan baru dalam mencapai target kunjungan 17 juta wisman pada tahun 2024.

Salah satu yang perlu dilakukan adalah dengan melakukan reformulasi kebijakan bebas visa kunjungan singkat (BVKS), karena dari 145 negara, hanya 19 negara yang masuk dalam kebijakan tersebut. Hal ini mendorong mereka untuk menciptakan iklim usaha pariwisata yang mendukung perekonomian nasional.

Oleh karena itu, kami menyambut baik rencana pemerintah memisahkan Kementerian Pariwisata dari Kementerian Ekonomi Kreatif, karena hal ini akan mempercepat kinerja sektor pariwisata ke depan,” ujarnya. (leher/leher)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *