Tasikmalaya –
Tiga pendaki senior asal Tasikmalaya sudah beberapa hari tidak berhubungan di Gunung Baliz, sebelah utara Luvu. Ketika mereka menghilang, mereka berkata:
Pendaki komunitas Jarambah QC Tasikmalaya hilang kontak saat mendaki Gunung Baliz di Negara Bagian Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan. Tim SAR menemukan mereka dalam keadaan selamat dan kini mereka kembali ke Tasikmalaya untuk berkumpul kembali dengan keluarga.
Ketiga pendaki tersebut adalah Tantan Trianasaputra Avem (56), Maman Permana Leneng (49), dan Yudiana Mindo (46). Mereka menceritakan pengalamannya saat hilang pada acara syukuran yang digelar di Gedung Kesenian Kota Tasikmalaya, Minggu (1/12/2024).
Menurut Tantan, yang terjadi hanyalah terputusnya dan tertundanya komunikasi, sebagian besar disebabkan oleh berbagai kendala yang mereka temui selama pendakian.
Tantan mengaku tak merasa rugi, namun ia mengaku suatu saat ia dan timnya berputar-putar.
“Awalnya kami lost contact, lalu kami kira tersesat. Meski hendak pulang, kami sudah tahu sebelumnya bahwa kami akan terlambat. Tim SAR juga kami temui di jalur pendakian resmi, bukan off-road,” kata Tantan. . .
Meski demikian, Tantan mengaku ekspedisinya meninggalkan banyak cerita. Betapa tidak, pendakian yang seharusnya memakan waktu 10 hari, justru berlangsung selama 21 hari 20 malam.
“Jika tim SAR tidak menjemput, kami perkirakan mereka akan tiba pada 28 November,” kata Tantan.
Tantan mengatakan timnya memiliki banyak masalah yang menyebabkan penundaan tersebut. Mulai dari serangan lebah, ular, tanah longsor hingga pohon tumbang.
“Pohonnya banyak yang sakit, sering terjadi, dan ularnya banyak,” kata Tantan.
Beberapa kali mereka juga membelok dan berbalik. Seperti yang dialami oleh spesialis di kantor polisi ke-6, dia berjalan mengelilingi area tersebut. Tantan pun mengalami kondisi fluktuatif di sekitar pos ke-4.
Rentetan rintangan ini membuat mereka hanya mencapai puncaknya pada tanggal 14. Saat itu, Tantan dan timnya mulai menerapkan banyak strategi bertahan hidup, mulai dari mengelola perbekalan, mengerahkan keterampilan navigasi, hingga membagi tim.
“Kalau aturannya masih ada sebelum kita ketemu tim SAR. Jadi sesuai ROP (rencana perjalanan), kita bawa makanan selama 10 hari, tapi faktor keamanannya kita naikkan menjadi 60 persen. , perbekalan berhasil dikelola dan disimpan,” kata Tantan.
Tim pun berpencar, dengan Tantan sendirian di belakang, sedangkan Yudiana dan Maman bergerak lebih dulu, membuntuti Tantan.
Langkah tersebut merupakan bagian dari strategi bertahan hidup, karena pergerakan Tantan saat itu lambat karena cedera kaki.
“Melepaskan diri adalah bagian dari strategi, dan kakiku juga terluka karena kebiasaan merangkak. Jadi maaf jika teman-teman lain mengikuti. Kami punya keterampilan bertahan hidup dan navigasi, dan bahkan jika aku sendirian, aku akan lebih menikmatinya,” Tantan dikatakan. .
Ibu dan Yudi berjarak sekitar 15 jam dari Tantan. “Ibu saya dan Judi menemui tim SAR pada jam 4 sore, dan kalau keesokan harinya saya temukan, berarti jam 8 pagi,” kata Tantan.
Ketiga pendaki tersebut mengaku tak menyangka apa yang mereka lakukan hingga menarik perhatian banyak negara.
“Kami tidak menyangka akan menjadi viral, namun kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu, kami mohon maaf atas kesalahannya, kami tidak bermaksud menyinggung,” kata Tantan.
Ketiga pendaki senior ini pun mengaku belum menyerah, bahkan mereka berencana kembali melakukan ekspedisi atau pendakian di kawasan Aceh.
“Iya jangan khawatir, tahun depan kita ke Aceh,” kata Tantan.
Saksikan juga video “Saat Siswa SMK yang Hilang di Gunung Slamet Akhirnya Bertemu Kembali dengan Ibunya”:
——-
Artikel ini muncul di detikJabar. (wsw/wsw)