Jakarta –

Evolusi terkini teknologi web yang disebut Web3 berkembang semakin masif. Jaringan generasi ketiga semakin diterima terutama di dunia bisnis.

Menurut laporan Emergen Research, pasar Web3 Asia Tenggara diproyeksikan bernilai $6,4 miliar atau setara Rp98,56 triliun pada tahun 2030, dengan tingkat pertumbuhan sebesar 50,2%. Berdasarkan data Chinalysis, dalam hal adopsi cryptocurrency, Indonesia menempati peringkat 7 indeks kripto dunia.

Web3 juga pernah dibahas pada Indonesia Coinfest Asia 2024. Diskusi Web3 dibawakan oleh PT Pintu Kemana Saja (PINTU) yang menghadirkan BUIDLRS Web3 Sunset Gathering dengan tema ‘Melepaskan Potensi Web3 Asia Tenggara’. Dalam BUIDLRS ini, tiga orang ahli berbagi pandangannya tentang pengembangan Web3.

Mitra Saison Capital, Qin En Looi mengatakan industri Web3 di Asia memiliki potensi lebih besar, terutama bagi mereka yang bekerja di lembaga keuangan karena didukung oleh lingkungan yang lebih baik. Selain itu, banyak institusi dan pemerintah di Asia yang telah bereksperimen dengan teknologi blockchain untuk memberikan berbagai solusi.

“Saya telah berbicara dengan banyak pengembang web3 dan saya sedang mengevaluasi bagaimana pengembang web3 dapat menjangkau komunitas yang lebih luas. Menurut saya caranya sangat sederhana, seperti mendorong interaksi pengguna untuk dapat memiliki dompet kripto dengan banyak pilihan seperti login melalui sosial Selain itu jaringan atau email, bagaimana dengan “User Interface (UI) dan User Experience (UX) agar lebih mudah diakses. Menurut saya, para pengembang Web3 harus berhenti bermalas-malasan dan terus berinovasi,” jelasnya dalam keterangan resmi PINTU, Senin. (26.8.2024).

Sementara itu, salah satu pendiri dan CEO Copra Labs Brian Limiardi mengatakan jika melihat negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Thailand atau Vietnam, meskipun mereka memiliki komunitas pengembang dan ukuran pasar yang lebih kecil, para pendiri lebih mampu mengatasi tantangan. terus berkembang.

Saat ini, menurutnya pasar Web3 di Indonesia mungkin memiliki persaingan yang kuat karena Indonesia memiliki situs Web2 yang sangat besar dan lebih dinamis.

“Untuk mendorong pertumbuhan pasar Web3, bagi saya katalis utamanya adalah kembalinya sektor keuangan terdesentralisasi (DeFi). Mungkin banyak cerita baru yang muncul dalam siklus ini, namun banyak orang yang masih memahami bahwa DeFi pada lapisan aplikasi adalah sebuah infrastrukturnya sangat jelas,” katanya.

Sementara itu, salah satu pendiri Magnify Cash, Tytan.eth (Ty Blackcard), menilai pasar Web3 di Asia memiliki daya tarik tersendiri. Menurutnya, Amerika Serikat (AS) dan Kanada sudah benar-benar memahami cryptocurrency, sehingga tantangannya bukan pada peningkatan kesadaran, melainkan peningkatan pendidikan, yang membutuhkan waktu. Saat ini Asia, khususnya Indonesia, masih dalam tahap awal paparan mata uang kripto.

“Meski volume transaksinya masih belum besar, namun volumenya sendiri sangat menarik untuk diperhatikan. Selain itu, kerjasama juga lebih terjangkau dan aliran energi lebih leluasa dibandingkan pasar Barat. Jadi banyak energi, uang, dan perhatian yang masuk. bergerak ke arah itu,” katanya.

Namun Ketua Komunitas PINTU Jonathan Hartono mengaku optimis pasar Web3 akan tumbuh pesat di Indonesia dengan tersedianya infrastruktur yang dapat melancarkan investor kripto dalam negeri untuk berinvestasi, berdagang, dan menjelajahi dunia Web3, yang semuanya dapat dilakukan dengan a aplikasi PINTU tunggal.

“Kami juga yakin pengembang di Indonesia tidak hanya tumbuh dari segi jumlah, namun mampu memberikan inovasi dalam skala global,” ujarnya. (ini / ini)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *