Jakarta –
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan G20 belum mencapai kesepakatan mengenai penerapan pajak bagi kelompok super kaya. Sebelumnya, Brasil yang dipimpin oleh Presiden Luiz Inacio Lula memelopori gagasan pajak kekayaan sebesar 2% yang ditujukan kepada para miliarder dunia.
Namun bendahara negara menilai usulan tersebut sangat sulit dilaksanakan. Dia mengatakan kebijakan ini bisa memicu kecemburuan sosial.
“Brasil telah mengajukan usulan baru untuk dibahas, yaitu perpajakan terhadap orang super kaya yang sangat sulit diterapkan sehingga menyebabkan terkikisnya penerimaan dan kecemburuan sosial. G20 belum menyepakati langkah terkait hal tersebut,” tulis Sri Mulyani tentang ini . Instagram-nya @smindrawati, Sabtu (27-07-2024).
Menurut Sri Mulyani, persoalan perpajakan merupakan persoalan penting yang dibicarakan negara-negara anggota G20. Ia mengatakan G20 berupaya mencegah upaya penghindaran pajak antar negara yang berpotensi merugikan.
Hal tersebut disampaikan Sri Mulyani usai pertemuan ketiga antara Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral. Secara keseluruhan, pertemuan tersebut membahas kondisi dan tantangan perekonomian global saat ini.
Selain pajak bagi orang super kaya, kebijakan suku bunga tinggi The Fed juga turut dibahas. Menurutnya, kebijakan tersebut telah menyebabkan terdepresiasinya beberapa mata uang dan menyebabkan kenaikan biaya bunga hampir di seluruh dunia.
“Kebijakan The Fed yang meluas dengan suku bunga tinggi telah menyebabkan arus keluar modal dan tekanan depresiasi mata uang, serta meningkatnya biaya bunga hampir di semua negara di dunia. Hal ini mengakibatkan tekanan dan kompleksitas dalam kebijakan fiskal dan moneter di banyak negara – antara menjaga stabilitas serta mendorong pertumbuhan dan kenyamanan kerja,” jelasnya.
Ia mencatat, perekonomian Indonesia relatif terjaga di tengah gejolak perekonomian saat ini dan volatilitas pasar keuangan global. Pada triwulan I-2024, pertumbuhan ekonomi tumbuh sebesar 5,1%, inflasi stabil di angka 2,5% pada bulan Juni, pengangguran turun menjadi 4,82% dari 5,45% tahun lalu, dan angka kemiskinan turun menjadi 9,03% dari 9,36%.
“Indonesia juga terus fokus melakukan reformasi struktural untuk mempercepat pembangunan prioritas: sumber daya manusia, infrastruktur, hilir, dan kelembagaan,” ujarnya.
Sesi kedua membahas topik sektor keuangan dan inklusi keuangan. Risiko yang diakibatkan oleh inovasi instrumen keuangan dalam teknologi digital seperti kripto, stablecoin, dan mata uang digital bank sentral terhadap stabilitas sistem pembayaran dan sektor keuangan dibahas. (ily/adalah)