Jakarta –
Tokoh-tokoh ini membela budaya Betawi di tengah kepungan modernisasi Jakarta. Siapa mereka dan mengapa?
DetikTravel berbincang dengan Dicki Arfansuri, tokoh masyarakat di Kampung Condet. Ia mengatakan rasa cinta menjadi satu-satunya alasan untuk melestarikan budaya Betawi.
“Ini kisah Mahabba, jadi kalau kita bicara cinta, kita ingat itu saudara. Kalau kita mewarisi tanah orang tua kita, itu juga hasil warisan orang tuanya, dan Conde Jadi kita tetap mewarisinya. , Baik. ?
Rasa cinta sebagai alasan melestarikan budaya Betawi tidak hanya disampaikan Dicky, tapi juga Sekretaris Jenderal Kampung Silat Rawa Biron, yakni Robi Indra. Dia mengatakan bahwa jika Anda membangun cinta, Anda dapat mengatasi tantangan apa pun.
Robi mengatakan, tak hanya masyarakat lokal Betawi saja yang bisa menunjukkan kecintaannya terhadap budaya Betawi. Padahal, perantau yang sudah lama hidup bisa tumbuh dewasa dan berhak disebut Betawi.
“Namun bukan hanya warisan turun-temurun, orang yang tinggal di Jakarta bisa disebut Betawi (Catatan) Orang yang mencintai budaya dan mengembangkan budaya itu disebut juga Betawi, tapi ada juga orang Betawi yang tidak saya izinkan. ‘ kata Robi.
Setelah itu, Beki Mardani, Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi, mengatakan melestarikan budaya Betawi membutuhkan kecintaan terhadap generasi mendatang.
Ia menyarankan salah satu cara untuk melestarikan budaya Betawi adalah melalui sekolah. Artinya pembelajaran tentang budaya Betawi berlangsung di semua jenjang sekolah, baik TK, SD, SMP, dan SMA.
“Siswa di sekolah itu ada dimana-mana. Anak-anak Betawi bercampur di sana. Orang luar bilang mereka Betawi karena hidup budayanya sendiri, itu yang saya rasakan,” kata Bheki.
“Pada generasi mendatang, khususnya yang memiliki nilai-nilai Betawi terbuka, pernikahannya akan menjadi pernikahan antaretnis bahkan asing,” ujarnya. Saksikan video “Matrojih, Pelestarian Golok Betawi” (upd/fem)