Jakarta –
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 merilis hasil wawancara dan pemahaman masyarakat Indonesia tentang diabetes. Studi tersebut menemukan bahwa 11,7% penduduk Indonesia memiliki kadar gula darah lebih tinggi dari normal.
Sayangnya, banyak dari mereka tidak menyadari bahwa dirinya mengidap diabetes, dan kondisinya menjadi tidak terkendali. Faktanya, survei menunjukkan hanya 17,9% penderita diabetes yang memahami kondisinya dan mendapat perawatan serta pengobatan rutin untuk mengontrol kadar gula darah.
Analisis lebih lanjut Kementerian Kesehatan RI pada kelompok usia di atas 15 tahun menunjukkan bahwa DKI Jakarta memiliki proporsi kasus diabetes tertinggi yaitu 3,9%. Sedangkan rata-rata nasional sebesar 2,2%.
Syarifah Liza Munira, Direktur Biro Kebijakan Pembangunan Kesehatan Kementerian Kesehatan, mengatakan pengukuran tersebut juga menunjukkan bahwa diabetes pada orang lanjut usia lebih mudah dikendalikan dibandingkan pada orang muda.
“Proporsi diabetes terkendali pada lansia lebih tinggi dibandingkan pada penduduk usia produktif,” ujarnya dalam Sosialisasi Hasil Survei Kesehatan Indonesia, Rabu (6 Desember 2024).
Salah satu upaya pemerintah Indonesia untuk menurunkan angka kasus diabetes adalah dengan mengurangi konsumsi minuman manis kemasan (MBDK). Negosiasi telah berlangsung sejak tahun 2007 namun berulang kali tertunda hingga target akhir dapat dilaksanakan selambat-lambatnya pada tahun 2024.
Sayangnya, hingga pertengahan tahun 2024, belum ada kabar bahwa persetujuan “dorongan” (yaitu cukai MBDK) kini telah tertunda.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan di DPR, “Kita sedang memikirkan semester II (2023) dan kita pikirkan dulu, evaluasi dulu. 2024 Bersiaplah.” Komplek RI, Jakarta, Selasa (14/2).
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono sebelumnya memperkirakan 28 juta penduduk Indonesia mengidap diabetes. Dante percaya bahwa aturan intervensi untuk manajemen dan pencegahan diabetes lebih maju dibandingkan negara tetangga.
“Kita tertinggal dari negara tetangga Singapura dalam hal regulasi. Kita berharap melalui diskusi seminar hari ini, penerapan pajak konsumsi MBDK bisa secepatnya tercapai, sehingga masyarakat Indonesia bisa menjadi masyarakat yang sehat.” sehat.
“Bukan tidak mungkin dan perlu kolaborasi antar instansi untuk mewujudkan pola makan sehat,” ujarnya.
Keterlambatan penerapan pajak konsumsi MBDK dapat berdampak pada tantangan persiapan menuju generasi emas tahun 2025 karena masih dibayangi oleh tingginya kasus diabetes dan obesitas.
Keterlambatan pajak MBDK
Direktorat Kementerian Keuangan dan Bea Cukai (DJBC) mengusulkan arah berbeda dan kemudian menunda pembukaan minuman manis kemasan plastik (MBDK) hingga tahun 2025. Kebijakan tersebut diterapkan kembali dalam kerangka makroekonomi dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025.
Ascolani, Direktur Bea Cukai Kementerian Keuangan, menjelaskan pajak plastik dan MBDK belum bisa diterapkan tahun ini dan rencananya akan diterapkan pada 2025.
“Kita bisa menyesuaikan tujuan kita dan kebijakan kita harus mempertimbangkan situasi di lapangan,” kata Ascolani kepada wartawan di Gedung Parlemen RI, Senin (6 Oktober).
“Kebijakannya sedang dikembangkan untuk tahun 2025,” tambahnya. Tonton video “Kumis Kucing dan Jahe dalam Mengatasi Diabetes” (naf/kna)