Jakarta –

Industri tekstil Indonesia diguncang badai PHK. Sebanyak 13.800 karyawan dari total 10 perusahaan dilaporkan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) antara Januari hingga awal Juni 2024. Apa alasannya?

Ketua Umum Persatuan Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Kamdani menjelaskan, pihaknya sedang mendalami penyebab pasti terjadinya PHK di industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Menurut dia, ada indikasi industri TPT tengah terpuruk dengan permasalahan berkurangnya permintaan di pasar luar dan dalam negeri. Selain itu, industri TPT juga menghadapi permasalahan maraknya produk TPT yang diimpor secara ilegal.

“Permintaan dalam dan luar negeri memang menurun, tapi yang kedua, mereka punya permasalahan impor ilegal yang kini sedang kita coba atasi,” kata Shinta usai agenda Lokakarya Nasional Riset Tengah Tahun INDEF 2024: Presiden Baru, Masalah Lama di Hotel Le Meridien, Jakarta Pusat, Selasa (25 Juni 2024).

Meski demikian, pemilik sekaligus CEO (CEO) Sintesa Group ini menilai industri TPT tidak terlalu terpengaruh dengan keputusan pemerintah yang kembali melakukan pelonggaran impor melalui revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 36 Tahun 2023 Tahun 2023. kebijakan dan peraturan impor. Sebab, kata Shinta, aturan ini diperlukan bagi industri lain yang membutuhkan bahan baku yang didatangkan dari luar negeri.

Oleh karena itu, Shinta menilai industri TPT saat ini perlu mendapat perlakuan khusus karena permasalahan yang muncul di industri adalah tampilan produk jadinya, bukan bahan bakunya.

“Awalnya pemerintah mengeluarkan SK Mendag 36 yang mengubah post-border border, ini membantu TPT, tapi saat itu industri lain banyak kendala dalam hal impor. TPT perlu dibantu karena kondisinya sangat kritis. Oleh karena itu, kami sekarang kembali (membahas masalah ini) dengan pemerintah,” jelasnya.

Shinta pun menduga badai PHK akan terus terjadi, namun bertahap. Pasalnya, biaya usaha di industri tekstil saat ini sedang terganggu dengan menurunnya permintaan. Menurunnya permintaan menjadi faktor kuat bagi industri tekstil yang tengah dilanda badai PHK.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute of Economic Development and Finance (INDEF) Ether Dwi Astuti mengatakan industri TPT sebenarnya sedang booming pada tahun 1990-an. Namun, saat ini industri tersebut sedang berjuang dan harus mengimpor bahan baku dari luar negeri.

Di sisi lain, Esther mengatakan industri TPT justru memiliki nilai tambah yang kecil karena tingginya permintaan komponen bahan baku impor. Untuk itu, Esther menjelaskan tantangan saat ini adalah bagaimana industri TPT dapat menciptakan nilai tambah dengan mengutamakan penggunaan bahan baku nasional.

“Pada akhirnya, kalau kita bisa bergantung pada bahan baku dalam negeri ya, kita akan mempunyai nilai tambah yang tinggi. Tapi kalau masih bergantung pada bahan baku impor, nilai tambah kita masih rendah,” ujarnya.

Berdasarkan pemberitaan detikcom sebelumnya, Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPN) Ristadi mengatakan, setidaknya ada 10 perusahaan TPT yang melakukan PHK massal pada Januari hingga awal Juni 2024. Enam di antaranya terkait penutupan pabrik, dan empat sisanya disebabkan oleh efisiensi tenaga kerja.

Total pekerja yang diberhentikan dari 10 perusahaan tersebut berjumlah tidak kurang dari 13.800 orang. Namun, kata dia, angka tersebut mungkin lebih rendah dibandingkan kondisi industri, mengingat tidak semua perusahaan siap melakukan langkah PHK massal tersebut.

“Ada 6 perusahaan yang sudah terdaftar dan kami sudah minta izin untuk bisa mengeksposnya. Ya, yang tutup dari Januari hingga awal Juni 2024 itu 6 perusahaan yang sudah tutup. ditutup. Terungkap 4 perusahaan yang mengundurkan diri, sehingga total pekerja yang di-PHK sekitar 13.800 orang,” kata Ristadi saat dihubungi detikcom, Kamis (13/06/2024).

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *