Penindasan –

Kisah cinta Raden Sukimi dan Ray Srempin, ayah dan ibu Bong Karn memang menarik. Kisah cinta mereka meruntuhkan tembok budaya dan agama.

Pada pertengahan Oktober 1891, seorang guru sekolah dari Blitar, Jawa Timur, menghirup aroma asin laut yang berasal dari dermaga di Pelabuhan Buleleng, Bali.

Ia tiba di sana atas perintah penjajah Belanda. Nama gurunya adalah Raden Sukimi Sosrodiharjo. Berbekal SK 10 Oktober/Busluit, Soekemi datang dan mengajar di SDN 1 Singaraja yang kini berganti nama menjadi SD Negeri 1 Paket Agung.

Seperti sebelumnya, setiap kapal bersandar di pelabuhan, warga selalu menyambut dengan antusias. Tanpa sadar, mata Suikima bertemu dengan mata seorang gadis di tengah kerumunan orang yang sedang menyapanya.

Sukemi tidak akan pernah melupakan hari pertama ia tiba di Pulau Dewata. Tatapan dan senyuman gadis itu terus bermunculan dan memenuhi lamunan Guru Sukemi.

Sukemi menghabiskan hari-hari berikutnya di sekolah kecil tempatnya bekerja. Soekemi muda juga sering mengikuti acara sosial di sana.

Sebagai seorang guru, Sukemi termasuk dalam jajaran orang penting. Tak heran jika selalu diikutsertakan dalam setiap pesta atau acara komunitas yang ada.

Suatu ketika, bertepatan dengan Hari Raya Galungan, Sukimi Pyuudalan menghadiri pura adat desa Buleleng. Sukimi yang jatuh cinta dengan budaya Bali kerap menyaksikan lakon dan tarian Bali.

Ia tampil berbeda dengan tamu yang hadir karena mengenakan blangkun dan pakaian khas Jawa. Malam itu dia menyaksikan Regang menari dari mata ke hati

Mata Suikima tertuju pada penari itu. Dia ternyata adalah gadis yang dilihatnya saat pertama kali tiba di pelabuhan. Dia ingat dengan baik penampilan gadis itu. Nama gadis itu adalah Ray Srembin. Mata mereka bertemu lagi, dan jantung mereka berdetak lebih cepat. Sukemi jatuh cinta.

“Tepat setelah acara selesai, Raden Sukeme jelas sedang memikirkan sesuatu. Dia bertanya kepada penyiar, siapa dia? Penyiar menjawab, ya, itu Ray Srembin, ini cucu Gru Mangku. Katanya, rumahnya dekat kuil .” Pinglinser Bill Agung, Mad Hardika mengenang pertemuan Sukimi dan Ray Srembin, Minggu (6/2/2024). Ray Srembin memenangkan hati Raden Sukimi

Ray Srimpin merupakan anak kedua dari pasangan Ai Nyoman Pasek dan Ni Made Liran. Ibunda Sukarno lahir sekitar tahun 1881. Saat Srembin masih kecil, orang tuanya berpisah. Beberapa tahun kemudian ibunya meninggal.

Kemudian bibinya, Ni Ketut Nissa, membesarkan Srempin kecil di kawasan Bala Agung. Seperti kebanyakan gadis Bali, Srembin mengisi hari-harinya dengan menenun.

Saat ada perayaan, ia juga membantu kakeknya, Gro Mangku, bekerja di pura dengan membuat canang atau gasajtinan.

Srembin juga piawai menari. Kabarnya kepiawaian menarinya membuat Raden Sukemi jatuh cinta padanya.

Usai pertemuan itu, Sukemi semakin penasaran. Dengan berkedok mencari murid, Sukimi mengajak temannya Putu Kaler mengunjungi Bala Agung.

Bersama-sama mereka bertemu dengan Kakek Ray Srempen. Jro Mangku menerimanya dengan baik. Sukemi mampu mencuri hati kakeknya karena pandai membaca brasi yaitu karya seni di atas daun lontar.

Beberapa saat kemudian, Kakek Ray memanggil Srempin untuk membuatkan kopi. Mereka saling memandang lagi. Benih-benih percintaan mulai tumbuh di antara mereka.

“Dengan banyaknya pertemuan, sepertinya silaturahmi sudah dimulai. Hanya saja pihak keluarga belum menyadarinya. Sepupunya Mad Lastry menyadarinya, saat melihat sorot mata Ray Srembane,” kata Hardika.

“Saat Raden Sukemi pamit, semua berdiri. Raden Sukemi sudah menghilang, tapi Ray Srembin masih melihat (ke pintu),” imbuhnya.

Setelah pertemuan tersebut, terlihat hubungan Newman Ray Srembin dan Raden Sukimi semakin erat. Mereka sempat menjalin hubungan diam-diam dengan Made Lastri dan Putu Kaler.

“Yang dianggap mak comblang I Kaler, dan menerima di sini (Bale Agung) I Lastri. I Kaler juga begitu, kalau menyampaikan sesuatu harus beritahu I Latri. Itu rahasia buat dia,” kata Hardika. .

Cinta mereka bertahan lama, meski penghalang di depan mata sangat tinggi: agama dan budaya. Mereka sadar bahwa hubungan mereka tidak akan disetujui. Ray Srembin dipanggil untuk melarikan diri

Hingga suatu saat Ray Srempen bertekad menjawab panggilan Sukeme untuk kabur tanpa sepengetahuan keluarga. Keputusan kabur itu diambil karena ternyata Rai Srempin sudah bertunangan dengan orang lain dan ditinggalkan keluarga Bil Agung.

Ray Srimpen tidak ingin menikah dengan orang yang tidak dicintainya. Ia pun memutuskan untuk kabur bersama Raden Soekemi yang dicintainya meski tak mendapat restu darinya.

Sebelum kabur, Rai Srembin berdoa jauh-jauh ke Mirajane, rupanya memohon berkah dan pamit kawin lari dengan Raden Sukemi, tambahnya.

Kejadian ini menimbulkan pemberontakan di keluarga Pil Agung hingga menimbulkan suara terngiang-ngiang. Kakek dan keluarganya di Bil Agung mencari Ray Srembin di beberapa tempat, namun tidak ada.

Hingga akhirnya datang utusan polisi kolonial Belanda untuk melaporkan kaburnya Ray Sreemben secara suka sama suka. Saat itu mereka berdua sedang berada di kantor polisi. Pihak keluarga kemudian mendatangi kantor polisi dengan tujuan membawa pulang Ray Srembin.

Melihat Kakek Bill Agung dan keluarganya datang ke kantor polisi, Ray Srembin langsung tersungkur di kaki kakeknya. Ia menangis sambil meminta maaf atas kelakuannya yang telah menimbulkan masalah dan kesusahan bagi orang tua Bill Agung dan keluarganya.

Ia meminta restu kepada kakek Bala Agung dan keluarganya untuk menikah dengan Raden Sukeme karena saling mencintai. Keluarga tidak mampu memaksakan kehendaknya dan menerima jalan yang dipilih Rai Sremben untuk menikahi Raden Sukimi.

Meski begitu, kemarahan kakek dan keluarga Bala Agung tak kunjung reda. Ray Srembin sudah tidak diperbolehkan lagi menginjakkan kaki di Pil Agong saat itu.

Polisi merujuk kasus ini ke Pengadilan Raja. Sidang pengadilan itu diadakan. Raden Sukemi dinyatakan bersalah menyebabkan kekacauan dan kegaduhan di masyarakat. Dia didenda 25 ringgit karena kesalahannya.

Setelah kejadian tersebut, Raden Sukimi dan Ray Srembin melangsungkan pernikahan di Tulungagung pada tanggal 15 Juni 1897. Setelah menikah, mereka kembali ke Buleleng.

Raden Sukimi telah kembali mengajar di SR 1 Singaraja. Selama ini mereka tinggal di sebuah wisma di Jalan Gunung Batur, Banjar Paktan.

“Waktu itu tidak ada sesepuh yang datang menjenguk. Hubungan, misalnya, kandas. Tapi diam-diam, Lastri dan teman-temannya sering ke sana membawa kabar. Dia akan cerita ke tantenya,” kata amukan keluarga.

Setahun kemudian, pada tanggal 29 Maret 1898, Newman Ray Srembin melahirkan anak pertamanya di Singaraja. Nama gadis itu Sukarmini.

Kelahiran Sukarmini menjadi sebuah berkah bagi mereka. Kemarahan keluarga Pil Agung perlahan mereda. Pernikahan mereka disetujui.

Setelah Sukarmini berusia sekitar satu tahun, Raden Sukimi dan Ray Srembin pindah ke Surabaya, Jawa Timur, kata Hardika. Sebelum kembali ke Jawa menyusul suaminya, Rai Srempin berpamitan kepada Bala Agung.

Banyak kerabatnya dari Bala Agung yang menemaninya dalam perjalanan ke Jawa. Mereka pergi dengan membawa berkah dan tentu saja dengan air mata

Beberapa bulan kemudian, pada tanggal 6 Juni 1901, gunung berapi Gunung Kelud meletus. Hari itu, menjelang matahari terbit, lahirlah anak kedua Sukeme dan Ray Srembin. Nama anak kecil itu adalah Sukarno.

Belakangan orang ini menjadi orang hebat. Beliau adalah pembawa berita, presiden pertama Indonesia, yang lahir dari cinta seorang guru dan penari balet.

Atas jasanya melahirkan pemimpin nasional, Newman Ray Srimpen dianugerahi gelar kehormatan. Bong Karno memberi tambahan nama Ida Ayo di depan nama ibunya, sebagai gelar kehormatan kepala suku bagi wanita kuat yang melahirkannya, membesarkannya dan memberi semangat dalam melawan penjajah Belanda.

Sejak saat itu, Nyoman Ray Srembin dikenal dengan nama Ida Ayo Nyoman Ray Srembin. Kisah cinta orang tua Bung Karno masih terpampang jelas hingga saat ini di rumah keluarganya di Banjar Bel Agung.

——-

Artikel ini dimuat di website Detek Bali. Tonton video “Prabow menyikapi klaim satu partai Bung Karno: Dia milik seluruh rakyat” (wsw/wsw)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *