Jakarta –
Pemerintah telah memastikan bahwa tidak ada infeksi “pemakan daging” di Indonesia. Sindrom toksik streptokokus (STSS) sedang menyebar di Jepang, dimana jumlah kasusnya meningkat secara signifikan dibandingkan tahun lalu.
Dr. Siti Nadia Talmiz, Direktur Badan Komunikasi dan Kemasyarakatan Kementerian Kesehatan RI, menegaskan pihaknya tidak terlalu mendapat perhatian atau peringatan tentang risiko penularan saat bepergian ke Negeri Sakura. Ingatlah bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) belum memperingatkan tentang laporan tersebut.
Pada Selasa (25/5/2024), Dr. Nadia mengatakan: “Tidak ada rekomendasi khusus dan tidak ada kambing yang dikeluarkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia. Seperti pemerintah Jepang, tidak ada kebijakan khusus untuk memerangi penyakit ini.”
Penyakit ini juga memiliki risiko infeksi atau penyebaran yang lebih rendah dibandingkan COVID-19. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, infeksi bakteri “pemakan daging” ini dapat merusak kulit, lemak, dan jaringan di sekitarnya dalam waktu singkat.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), PMS dapat menyebar melalui beberapa cara, antara lain:
Risiko Penularan Melalui Droplet atau Tumpahan Batuk dan Bersin Risiko Penularan Melalui Kontak dengan Cairan dari Luka Orang yang Terinfeksi Meski jarang, penyebaran bakteri STSS juga dapat terjadi pada individu yang sangat terpapar.
Dr. Nadia mengatakan, peningkatan kasus STSS terutama terlihat pada lansia karena melemahnya daya tahan tubuh dan adanya riwayat penyakit tertentu.
“Ada peningkatan kasus dibandingkan tahun lalu, namun sebagian besar adalah lansia,” tegasnya.
Selain lansia, penderita penyakit kronis atau kondisi medis jangka panjang juga lebih rentan terkena efek Streptococcus STSS grup A, begitu pula pengguna narkoba.
Tonton video “Bakteri pemakan tubuh membunuh 77 orang di Jepang” (naf/suc)