Jakarta –
Kebijakan kehati-hatian yang akan diterapkan pada tahun depan diharapkan dapat menurunkan penjualan mobil di Indonesia. Menurut Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), insentif pajak dapat meningkatkan harga sepeda motor secara signifikan sehingga dapat menurunkan daya beli masyarakat.
Di penghujung tahun 2024, industri otomotif Indonesia diliputi kekhawatiran karena akan diberlakukannya opisan atau pajak tambahan terhadap sepeda motor baru mulai awal Januari 2025. Pengendara roda dua juga melakukan simulasi dan perhitungan. Akibatnya, tahun depan pasar sepeda motor, seperti halnya pasar mobil, mungkin terkena dampak hingga 20% akibat penerapan pajak tersebut.
Sigit Kamala, Ketua Unit Usaha Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), mengatakan penjualan akan turun hingga 20% karena kenaikan harga sepeda motor baru akibat pengenaan pajak tambahan. Atau jumlah Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan (BBNKB) mencapai 66%.
Dalam penetapan angka asosiasi, tergantung jenis sepeda motornya, harga sepeda motor baru akan naik dari Rp 800 ribu menjadi Rp 2 juta. Kenaikan ini setara dengan kenaikan harga sepeda motor baru sebesar 5%-7%, atau dua hingga tiga kali lipat tingkat inflasi. Peningkatan ini akan menambah beban konsumen.
“Pengguna sepeda motor sangat sensitif terhadap kenaikan harga. Dengan adanya insentif pajak, harga sepeda motor bisa naik hingga Rp 800.000 di segmen entry level. Bagian kelas atas bisa mencapai hingga 2 juta dolar. Ini juga akan menghentikan permintaan tersebut. Meskipun sepeda motor adalah alat transportasi terbaik, “masyarakat membutuhkannya dengan daya beli yang kecil,” kata Segut.
Saget menambahkan fakta bahwa sepeda motor merupakan alat transportasi yang lebih efisien dan efektif membuat penjualan terus tumbuh, meski dengan laju yang lebih lambat. AISI menyebutkan pada periode Januari hingga November tahun ini, pasar sepeda motor Tanah Air terjual sebanyak 5,9 juta unit atau meningkat 2,06% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Janjinya efisiensi dan efektivitas sepeda motor dalam aktivitas sehari-hari masyarakat membuat organisasi tersebut yakin bahwa pasar sepeda motor tahun depan bisa mencapai 6,4 juta hingga 6,7 juta.
Namun karena masalah pajak ini, kami khawatir tahun depan pasarnya akan ambruk hingga 20%, kata Sigut.
Industri dan asuransi
Pertumbuhan penjualan di pasar domestik tentunya akan berdampak pada segmen hulu dan hilir industri sepeda motor Tanah Air. Menurunnya permintaan pasar akan memaksa produsen sepeda motor mengurangi produksinya sehingga berdampak pada bisnisnya di industri manufaktur. Jika risikonya terlalu tinggi, kemungkinan besar akan terjadi PHK dari perusahaan. Efek sirkular berpotensi muncul pada lini bisnis industri, baik penjualan, layanan purna jual, atau bahkan sektor keuangan dan asuransi.
Saget mengatakan struktur pasar membebani konsumen dan pelaku industri sehingga berpotensi menekan persaingan industri dalam perekonomian global, khususnya di kawasan ASEAN. Masalahnya, dalam beberapa situasi persaingan, negara tetangga yang tercatat sebagai salah satu pasar mobil dengan pertumbuhan tercepat di ASEAN ini justru mempertahankan kebijakan pengurangan pajak pertambahan nilai dari 10% menjadi 8%. Sementara itu, Indonesia telah menaikkan pajak pertambahan nilai. % ditambah kenaikan PKB dan BBNKB dengan tambahan pajak atau pajak terbuka.
“Jika semua ini diterapkan dan dipertahankan dalam jangka panjang, kami khawatir persaingan di industri akan menurun. Ini tidak baik untuk investasi,” kata Sigt. (hukum/agama)