Kepulauan Conaway –
Di balik sinyal yang memfasilitasi komunikasi sehari-hari terdapat para ahli teknis yang siap menjalankan jaringan dengan lancar. Jalan yang curam, cuaca ekstrem, dan ancaman terhadap satwa liar merupakan tantangan yang mereka hadapi dalam menjamin konektivitas masyarakat.
Demikian konsep Base Transceiver Station (BTS) Teknisi Badan Akses Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Digital atau Komdigi Ahmad Niwan Adi Santoso.
Adi menuturkan, dirinya menjadi teknisi BTS sejak tahun 2013 dari BAKTI Komdigi di Wavonia, Konaw Kepulauan, Sulawesi Tenggara. Sejauh ini, dia telah mengawasi seluruh 23 menara BTS di Wavonia.
“Tugasnya seorang engineer membenahi jaringan seluler. Di wilayah BAKTI Wawonii Konkep yang saya tangani ada 23 BTS, 20 microwave oven, 3 BTS VSAT,” kata Adi kepada detikcom beberapa waktu lalu.
“Untuk pemeriksaannya, kami keliling tiap fasilitas sebulan sekali untuk mengecek semua peralatannya. Baik rusak atau tidak, kami lakukan sebulan sekali,” lanjutnya.
Dia memblokir sabitnya hingga bertemu dengan ular
Diakui Adi, selama 11 tahun menjadi teknisi BTS, banyak suka dan duka yang ia alami. Selain diasingkan dari keluarga, ia juga menghadapi banyak ancaman termasuk parang.
“Di suatu tempat, ketika saya hendak melakukan perawatan, saya melihat dua orang laki-laki membawa parang. (Di sana) saya ditahan dan tidak diperbolehkan masuk karena saya tidak tahu informasinya, tapi saya tetap masuk karena tugas saya adalah untuk melakukan perawatan. lakukan perbaikan,” ujarnya.
“Saya tidak kena, banyak yang pakai (sinyal) dan minta diberi kesempatan masuk untuk memperbaikinya sehingga saya minta relaksasi. Akhirnya dengan kepala dingin saya diperbolehkan masuk,” lanjutnya.
Tak berhenti sampai disitu, Adi mengaku kerap menjumpai satwa liar saat menjelajahi tempat tersebut. Pasalnya, tempatnya dekat dengan hutan dan sering terlihat satwa liar.
“Kalau aku perbaiki, aku buka rak (jaring), trus di rak itu biasanya ada ular, kadang tikus, bahkan cicak, yang paling berbahaya itu ular. Harus hati-hati, karena apa? kesalahan kecil,” katanya.
Adi mengaku puas dengan pekerjaannya meski kerap menghadapi banyak kendala. “Saya menikmati proses saya sebagai seorang insinyur, dan saya menyukainya karena ini menantang,” katanya.
Ia berharap jalan terjal yang harus dilaluinya untuk menjaga sinyal dan konektivitas dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, khususnya Vavoni.
“Saya berharap apa yang telah saya selesaikan ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan saya berharap masyarakat dapat menikmati perjuangan anak-anak telekomunikasi,” jelasnya.
Bagi generasi baru, Adi menyarankan agar kehadiran sinyal dan internet dimanfaatkan secara maksimal untuk mendorong pembangunan negara.
“Anak-anak generasi penerus bangsa, alhamdulillah ada jaringan internet, kita berharap mereka giat belajar dan pintar. Kita berharap semua masyarakat yang punya akses internet di desa-desa ini bisa bermanfaat,” ujarnya. Dikatakan. Selesai.
Sebagai informasi, sejauh ini telah dibangun 35 stasiun pemancar atau menara BTS pada tahun 2018 hingga 2022 di Kepulauan Konaves. BAKTI Komdigi juga telah menyediakan 119 layanan BAKTI AKSI (Akses Internet) untuk memberikan pemerataan akses informasi dan teknologi.
Detikcom bersama BAKTI (Komdigi) Kementerian Komunikasi dan Digital melakukan program perbatasan Tapal untuk meninjau pembangunan ekonomi, pariwisata, infrastruktur dan pemerataan akses internet di daerah 3T (tertinggal, perbatasan dan terpencil). Nantikan terus berita program Tapal Batas yang informatif, inspiratif, unik dan menarik di Tapalbatas.detik.com!
Saksikan video “Antusiasme peserta pelatihan bahasa terhadap pariwisata Sumenep” (prf/ega).