Jakarta –

Jepang baru-baru ini menderita infeksi bakteri “pemakan daging” yang secara medis dikenal sebagai sindrom syok toksik streptokokus (STSS). Kasus infeksi penyakit ini melebihi 1000, akibatnya puluhan orang meninggal di negara tersebut.

Bakteri ini dijuluki “pemakan daging” karena mampu merusak kulit, lemak, dan jaringan di sekitarnya dalam waktu singkat. Penularan STSS terjadi melalui nafas penderita dan droplet atau percikan air liur atau lendir.

Direktur Badan Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan RI Dr. Sampai saat ini di Indonesia belum ada yang seperti itu, kata Siti Nadia Tarmizi saat diwawancara detikcom, Rabu (26 Juni 2024).

Kasus STSS yang dilaporkan di Jepang umumnya merupakan kasus nosokomial yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus dan biasanya muncul dengan gejala faringitis atau radang tenggorokan atau faring.

Infeksi STSS bisa berakibat fatal, karena pasien dapat mengalami sepsis dan kegagalan multi-organ. Namun penyebab pastinya belum diketahui karena gejala STSS biasanya ringan dan hilang dengan sendirinya dalam waktu singkat. Jadi, apakah pembatasan perjalanan diperlukan?

Dr Nadia mengatakan saat ini tidak ada pembatasan perjalanan dari dan ke Jepang karena STSS.

Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang peningkatan kasus iGAS atau penyakit streptokokus grup A invasif (termasuk STSS) di Eropa pada Desember 2022, tidak ada rekomendasi untuk membatasi perjalanan ke negara-negara yang terkena dampak.

STSS diobati dengan antibiotik. Saat ini belum ada vaksin khusus untuk mencegah infeksi bakteri “pemakan daging” ini.

Website Dr. Kesehatan dari Kementerian RI. Tonton video “Wabah bakteri pemakan daging membunuh 77 orang di Jepang” (suc/naf)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *