Jakarta –

Apple gagal memenuhi pedoman lokal yang mewajibkan produk terbarunya, iPhone 16, memenuhi minimal 35% TKDN (tingkat komponen dalam negeri), sehingga pemerintah melarang Apple menjual ponsel pintarnya di Indonesia.

Namun ternyata kebijakan pengaturan TKDN yang diterapkan pemerintah tidak pernah benar-benar efektif dan cacat, bahkan banyak negara yang mengabaikannya.

Teuku Riefky, Ekonom LPEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), menjelaskan TKDN sebenarnya bukanlah pilihan kebijakan baru di tingkat global, kebijakan ini sudah diperkenalkan pada tahun 1940. dan telah diterapkan oleh negara-negara seperti Amerika. AS, Inggris, Jerman, dll.

Sampai tahun 1970 kebijakan TKDN tidak efektif sehingga hanya sedikit negara yang menerapkan TKDN. Namun Indonesia sepertinya menjadi salah satu negara yang paling menyukai penerapan TKDN. Di antara negara-negara BRICS misalnya, Indonesia memiliki kebijakan TKDN tertinggi.

“Jadi kalau kita menganggap diri kita sebagai negara berkembang yang sedang dalam proses menjadi negara maju, seperti India, Vietnam, Malaysia, yang juga mencoba mengintegrasikan perekonomiannya ke dalam rantai nilai global, maka mereka semakin meninggalkan kebijakan TKDN. Indonesia sebenarnya sedang memperkuat kebijakan TKDN,” kata Riefky pada acara debat Cellular Business Forum (SBF) di Jakarta, Kamis (12/05/2024).

Sementara itu, Riefky membeberkan iPhone asal Vietnam, Singapura, Malaysia, dan Taiwan yang mungkin tingkat komponen internalnya tinggi. Hal ini bukan karena kebijakan TKDN, namun karena komponennya berdaya saing sehingga bisa berkembang, kita sebut dengan mekanisme pasar.

“Nah, Indonesia ingin seperti itu, tapi dengan paksaan, bukan melalui mekanisme pasar. Jadi di sini, tanpa tanda kutip, kita terkesan ingin produk kita digunakan, tapi nyatanya kalau tidak ada paksaan, maka tidak ada yang mau. Salah satunya adalah iPhone, jelasnya.

Oleh karena itu, ia menjelaskan mengapa kebijakan TKDN dinilai tidak efektif dan mengapa banyak negara yang mengabaikannya karena lemahnya daya saing produk dalam negeri.

“Bukan karena mereka tidak ingin masyarakat membeli produknya, tapi karena mereka tidak bisa melacak dan menelusuri apakah produknya bisa bersaing atau tidak. Kalau desain TKDN minimal atau sebagian besar seperti itu, maka sebagian besar barang impor hanya ada bagian-bagiannya saja yang sesuai dengan nilai TKDN,” ujarnya.

Menurut Riefky, kelemahan kebijakan TKDN adalah kita tidak mengetahui sebenarnya nilai produk lokal Indonesia dalam perspektif global. “Kami belum tahu nilai sebenarnya, berapa persentase produk global mau menggunakan produk kami dari segi komponennya. Makanya kami tidak bisa mendapatkan masukan dari produk lokal kami tentang apa yang perlu diperbaiki,” lanjutnya. . Tonton Video: Peluncuran iPhone 16 di Indonesia menghadapi penundaan (jsn/fay)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *