Jakarta –
Di Jepang, istilah medis “bakteri pemakan daging” atau sindrom syok toksik streptokokus (STS) telah diciptakan. Infeksi bakteri ini telah menewaskan puluhan orang di negara tersebut. Lalu bagaimana dengan RI?
Dr. Siti Nadia Tarmizi, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, membenarkan bahwa bakteri pemakan daging yang saat ini mewabah di Jepang belum ditemukan di Indonesia.
Menurut Dr. Kondisi tersebut sudah dialami Nadia di Jepang sejak tahun 2019 dan meningkat pada tahun ini. Namun Jepang belum mengumumkan keadaan darurat akibat penyakit tersebut.
“Sampai saat ini belum tersedia di Indonesia,” ujarnya kepada detikcom, Rabu (26/6/2024).
Kasus yang dilaporkan biasanya terjadi di rumah sakit dan biasanya disebabkan oleh bakteri streptokokus penyebab faringitis, tambahnya.
Prevalensinya juga relatif rendah dibandingkan COVID-19. Meski belum ada kasus di Indonesia, dr. Nadia mengatakan pihaknya masih terus mencermati hal tersebut melalui pengawasan Influenza Like Illness (ILI).
Ia juga mengimbau masyarakat untuk tidak khawatir terhadap respons terhadap penyakit yang saat ini mewabah di Jepang.
Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Desember 2022 tentang STSS (penyakit streptokokus invasif A) di Eropa, tidak ada rekomendasi pembatasan perjalanan ke negara-negara yang terdampak, tambahnya.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan Jepang melaporkan sebanyak 977 kasus SSTS telah dilaporkan hingga 2 Juni 2024. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang sebanyak 941 kasus.
Selain itu, 77 orang meninggal karena penyakit ini di Jepang. Jumlah tersebut dihitung untuk periode Januari-Maret 2024. Tonton video “Wabah bakteri pemakan daging membunuh 77 orang di Jepang” (suc/kna).