Jakarta –
Badan Komunikasi dan Akses Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyatakan rencana kelanjutan proyek Satria-2 seiring dengan masuknya Starlink di Indonesia.
Seperti yang Anda ketahui, Starlink telah mendapat lisensi dari pemerintah untuk melayani pengguna akhir atau pelanggan ritel saja.
Namun saat ini Indonesia masih memiliki akses Internet, dan Bakti Kominfo bertugas untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Satria-1 akan diluncurkan dan beroperasi pada tahun 2023, sedangkan Satria-2 dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan komunikasi.
Awalnya Satria-1 digunakan setelah diarahkan oleh Presiden Joko Widodo. Gedung ini berkapasitas 150 Gbps untuk menyediakan 37 ribu titik yang memberikan kecepatan jaringan 3-5 Mbps.
Sebaliknya, jumlah poin tidak memenuhi kebutuhan Internet. Hal inilah yang coba diatasi Bakti Kominfo dengan Satria-2 yang kapasitasnya lebih tinggi dari Satria-1, hingga 300 Gbps.
Target akuisisi satelit pemerintah kedua ini membutuhkan anggaran sebesar 860 juta USD atau setara Rp 14,1 juta dengan tarif 1 USD = Rp 16.466.
Plt. Direktur Sumber Daya dan Pengelolaan Bakti Tri Haryanto mengatakan, nasib Satria-2 masih dalam pembahasan.
“Untuk Satria-2 kita tunggu kebijakan dari menteri ya intinya dari kebutuhan, kita lihat kebutuhan saat ini dan perkembangan teknologi,” kata Tri di Kementerian Perhubungan dan Informasi. , Jakarta, Jumat (21/6/2024).
Ditanya mengenai signifikansi perkembangan teknologi tersebut, apakah Bakti akan menggunakan satelit GEO jenis lain seperti Satria-1 atau satelit LEO, Tri belum bisa memberikan kepastian.
“Jadi sedang didalami dulu, sebenarnya Satria-2 sudah mendapat green card, nanti saya coba cek, tidak akan. Nanti, menunggu arahan lebih lanjut, programnya akan berbeda. , kalau Satria-1 itu KBPU, kalau Satria-2 itu pinjaman luar negeri, “kata Tri. Saksikan video “Bakti Kominfo siapkan Satria-2 untuk melengkapi Internet RI” (agt/ fay)