Jakarta –
Jepang telah terkena dampak fenomena “kematian kesepian” yang mengkhawatirkan. Menurut temuan baru, lebih dari 21.000 orang Jepang meninggal saja.
Mengutip ASAHI, Badan Kepolisian Nasional Jepang mengungkapkan, sebanyak 21.716 warga Jepang meninggal di rumah pada periode Januari-Maret 2024, dimana sekitar 80 persen atau 17 ribu kematian adalah orang berusia di atas 65 tahun.
Pihak berwenang mendefinisikan ‘kematian sendirian’ sebagai orang yang tidak dirawat dan jenazahnya ditemukan setelah jangka waktu tertentu. Biasanya, orang yang meninggal sendirian baru ditemukan setelah tubuhnya membusuk.
“Mulai saat ini, peluang terjadinya kematian sendirian tentu akan meningkat di masyarakat. Penting bagi kita untuk mengatasi masalah ini secara langsung dan benar,” kata Menteri Kesehatan Keizo Takemi pada pertemuan tersebut.
Masataka Nakagawa, peneliti senior di Institut Penelitian Kependudukan dan Jaminan Sosial Nasional milik pemerintah, mengatakan ada tiga penyebab utama kodokushi, atau kematian sendirian, di Jepang.
Ia mengatakan telah terjadi perubahan besar dalam struktur kehidupan keluarga di Jepang. Jika dulu anak-anak tinggal bersama orang tuanya hingga dewasa, hal ini menjadi jarang terjadi karena anak-anak memilih hidup sendiri karena alasan pekerjaan.
“Selain itu, angka pernikahan telah menurun selama bertahun-tahun dan ini berarti sekarang banyak terdapat orang lajang, bahkan di kalangan lansia,” ujarnya.
Faktor ketiga adalah rata-rata harapan hidup yang lebih panjang, yang berarti separuh dari pasangan lanjut usia, biasanya perempuan, hidup sendirian, kata Nakagawa. Tonton video “Meningkatnya infeksi bakteri Strep A di Jepang tidak akan memicu pandemi” (kna/kna)