Jakarta –
FBI memperingatkan pengguna iPhone dan Android agar tidak saling mengirim pesan tidak terenkripsi. Sebab baru-baru ini terjadi serangan cyber yang dilakukan China di Amerika.
Wakil Penasihat Presiden bidang Keamanan Anne Neberger mengumumkan bahwa setidaknya delapan perusahaan telekomunikasi Amerika diserang oleh serangan peretasan Tiongkok yang disebut Salt Typhoon. Operasi tersebut memperoleh akses ke pesan teks pribadi dan percakapan telepon yang melibatkan warga AS yang tidak dikenal.
Para peretas diyakini berhasil menyadap komunikasi dari pejabat tinggi pemerintah dan politisi terkemuka. Namun, Nieberger mengatakan bahwa pemerintah AS telah menyatakan bahwa informasi rahasia tersebut aman.
Menanggapi serangan tersebut, FBI dan Administrasi Keamanan Siber dan Infrastruktur (CIS) mengeluarkan pedoman yang bertujuan untuk mengidentifikasi peretas dan mencegah serangan siber di masa depan.
Karena informasi pribadi tidak dienkripsi antara pengguna iPhone dan Android, pejabat badan tersebut mendesak warga Amerika untuk berhenti mengirim pesan teks antara kedua perangkat atau menggunakan aplikasi pihak ketiga dengan enkripsi ujung ke ujung sampai akhir.
Dikutip DetikINET dari Newsweek, SMS muncul pada awal tahun 1990-an, ketika kekhawatiran terhadap keamanan pesan teks masih sedikit. Saat ini, perubahan yang melibatkan enkripsi pesan teks ujung ke ujung mungkin dapat dilakukan atau tidak.
Pesan teks antara pengguna iPhone dan pengguna Android dienkripsi secara default. Namun, pesan yang dikirim antara kedua sistem tidak dienkripsi dan dapat dengan mudah dirusak. Kabar baiknya adalah pesan teks modern tidak sering menggunakan SMS dan dikirim menggunakan sistem lain seperti WhatsApp.
Misalnya, WhatsApp dan Signal menyediakan enkripsi lengkap. Pejabat senior FBI telah mendesak warga Amerika untuk menggunakan perangkat lunak enkripsi tersebut. “Privasi adalah teman Anda, baik dalam pesan teks atau jika Anda memiliki kemampuan untuk menggunakan komunikasi suara terenkripsi,” kata Jeff Green, pejabat CISA.
Salt Typhoon sendiri merupakan julukan Microsoft untuk operasi peretasan asal Tiongkok. Kelompok bajak laut ini dikenal juga dengan sebutan Sparrow dan Ghost Emperor.
Pejabat intelijen AS telah menghubungkan kelompok tersebut dengan pemerintah Tiongkok, namun juru bicara Kedutaan Besar Tiongkok di Washington Liu Pengyu membantahnya. “Amerika Serikat harus menghentikan serangan siber terhadap negara lain, dan menghindari penggunaan keamanan siber untuk memfitnah dan mencemarkan nama baik Tiongkok,” katanya. Video: Aplikasi dan Game Android Terbaik 2024 Edisi Google (fyk/fay)